Ernayanti, Ernayanti (2018) Praktik Poliandri (Studi Kasus Pada Masyarakat Di Desa Jelapat II Kabupaten Barito Kuala). Skripsi, Syariah.

	Text PERNYATAAN.pdf Download (689kB)
	Text AWAL.pdf Download (720kB)
	Text ABSTRAK.pdf Download (198kB)
	Text BAB I.pdf Download (720kB)
	Text BAB II.pdf Restricted to Repository staff only Download (686kB)
	Text BAB III.pdf Download (279kB)
	Text BAB IV.pdf Download (613kB)
	Text BAB V.pdf Download (152kB)
	Text DAFTAR PUSTAKA.pdf Download (372kB)
	Text LAMPIRAN.pdf Download (250kB)

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi adanya praktik poliandri yang dilakukan oleh salah satu masyarakat Desa Jelapat II Kecamatan Mekarsari Kabupaten Barito Kuala, pada dasarnya poliandri merupakan salah satu bentuk perkawinan yang dilarang dalam ajaran Islam. Kenyataannya di Desa Jelapat II poliandri dipraktikkan. Walaupun tokoh masyarakat dan termasuk tuan guru setempat telah memberikan nasehat, tetap saja mereka melanjutkan pernikahannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana praktik poliandri serta akibat hukum dari praktik poliandri itu sendiri. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang bersifat studi kasus yang terjadi di Desa Jelapat II Kab. Barito Kuala. mengumpulkan data berupa observasi, dan wawancara, kemudian teknik pengolahan data dengan teknik Editing (pengecekan ulang), Klasifikasi (mengelompokkan data-data yang sudah diedit), dan Interpretasi (dijelaskan). Melalui teknis analisis deskriptif kualitatif berdasarkan teori Islam dan peraturan perundang-undangan menghasilkan temuan: Pertama, Di Desa Jelapat II Kecamatan Mekarsari Kabupaten Barito Kuala terdapat satu kasus pasangan suami isteri yang melakukan perkawinan poliandri. Pada kasus perkawinan pertama oleh ibu KW dan bapak SR dilakukan sah secara hukum dan dicatat oleh pegawai KUA. Penyebab rusak perkawinan karena keadaan bapak SR pemabuk dan hukuman penjara, dengan alasan tersebut perkawinan ibu KW dan bapak SR tidak terpenuhi tujuan perkawinan. Dalam kasus perkawinan kedua ibu KW dan bapak UP dilakukan tanpa memiliki rukun dan syarat perkawinan, perkawinan dilakukan di bawah tangan dengan seorang penghulu tokoh masyarakat, karena dianggap lebih mudah dan tidak memerlukan banyak waktu. Sedangkan pada kasus perkawinan ketiga ibu KW dan bapak ZN dilakukan tanpa melengkapi rukun dan syarat perkawinan dan juga perkawinan dilakukan di bawah tangan dengan seorang penghulu wali sendiri. Walaupun yang menikahkan wali nasab tetap tidak sah, karena tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. sehingga hubungan suami isteri yang mereka lakukan selama tidak berpisah adalah zina. Kedua. Akibat hukum dari perkawinan praktik poliandri ini sangat merugikan mereka yang melakukannya, karena selain dikucilkan oleh masyarakat juga berdampak buruk pada anak yang dilahirkan dari hasil perkawinan poliandri, karena akan sulit menentukan garis keturunan dari anak yang dilahirkan. Hal ini juga berdampak pada sistem kewarisannya.

Actions (login required)

View Item