Abdurrahman, H. Rahmana (2009) Revitalisasi Ajaran Tasawuf (Studi Terhadap Kitab al-Hikam Ibn `Athā´illāh). Tesis, Pasca Sarjana.

Preview	Text BAB I.pdf Download (166kB) | Preview
Preview	Text BAB IV.pdf Download (354kB) | Preview

ABSTRAK

H. Rahmana Abdurrahman, REVITALISASI AJARAN TASAWUF (Studi Terhadap Kitab al-Hikam Ibn `Athā´illāh). Di bawah bimbingan Prof. Dr. H. Asmaran As., M.A dan Drs. H. Ahmad Zamani, M.Ag. Tesis, pada Program Pascasarjana IAIN Antasari Banjarmasin. Program Studi Filsafat, Konsentrasi Tasawuf, Tahun akademik 2008/2009. Penelitian ini dilatarbelakangi fenomena bahwa semakin modern kehidupan seseorang atau suatu masyarakat, maka mereka juga mengalami kehampaan agama yang berujung pada ketidakpuasan, ketidaktenangan dan ketidakbahagiaan. Fenomena demikian juga dialami dan dirasakan oleh sebagian masyarakat Indonesia, yang walaupun mayoritas beragama Islam, tetapi kelihatannya jauh dari kehidupan bertasawuf yang dituntun oleh Islam. Banyak umat Islam berlomba memperebutkan kekuasaan, kedudukan dan kekayaan yang tidak habis-habisnya, sehingga mereka jauh dari kebahagiaan dan ketenangan hidup serta cenderung melalaikan bahkan melanggar ajaran agama. Dalam kondisi demikian diperlukan penanaman ajaran tasawuf, salah satunya dengan mengadopsi ajaran tasawuf Ibn `Athā´illāh as-Sakandariy dalam kitab al-Hikam. Permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah bagaimana ajaran tasawuf dalam kitab al-Hikam, dan bagaimana relevansi ajaran tasawuf dalam al-Hikam bagi umat Islam Sekarang. Penelitian ini bersifat penelitian kepustakaan, dengan subjek penelitian kitab al-Hikam karya Ibn Atha`illah al-Sakandary serta kitab/buku-buku lain yang relavan dengan penelitian, sehingga penelitian semacam ini dikenal dengan studi naskah. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Ibn `Athā´illāh adalah seorang ulama yang pada awalnya menolak ajaran sufi tetapi kemudian menjadi ulama sufi yang terkenal. Ajaran tasawuf yang terkandung dalam kitabnya al-Hikam adalah kental sekali dengan nuansa tauhid sufi. Ia mengajarkan kepasrahan yang bulat kepada Allah swt, kecintaan kepada-Nya, kenikmatan beribadah, kesucian rohani, sabar dan syukur, menjauhi materi yang membuat manusia lupa pada Allah dan di sisi lain tidak mengutamakan kehidupan dunia kecuali sebatas keperluan hidup yang pokok saja. Ibn `Athā´illāh menolak ketinggian maqām sufi dengan ukuran kesaktian, sebab kesaktian jika disertai kemusyrikan tidak lain adalah tipuan setan. Ma`rifah dan hakikat ditandai dengan terbukanya pengenalan hamba kepada Allah, sehingga hamba makin taat pada-Nya.

Actions (login required)

View Item