H. Muhammad, H. Muhammad (2012) Praktik “Jual Sanda” dalam Perspektif Hukum Islam, di bawah bimbingan (I) H. A. Athaillah, dan (II) Syaugi Mubarak Seff. Tesis, Pasca Sarjana.

Preview	Text BAB I.pdf Download (374kB) | Preview
Preview	Text BAB IV.pdf Download (583kB) | Preview

ABSTRAK

H. Muhammad, Praktik “Jual Sanda” dalam Perspektif Hukum Islam, di bawah bimbingan (I) H. A. Athaillah, dan (II) Syaugi Mubarak Seff. Tesis, Pada Program Pascasarjana IAIN Antasari Banjarmasin, 2012. Kata kunci: Praktik “jual sanda”, Jual beli ‘Uhdah, Wafa’ atau Amanah dan Hîlah. Pada praktik ekonomi non-formal, mereka yang dalam keadaan krisis ekonomi akan berusaha mencari pinjaman dana untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Realitanya, pinjaman tersebut pada masa saat ini memerlukan sebuah jaminan (rahn). Dalam praktiknya, murtahin memegang barang gadai dan murtahin juga menggunakannya serta mengambil manfaat dari barang tersebut. Akad gadai tersebut berbenturan dengan pendapat muktamad jumhur ulama, yang mengharamkan murtahin untuk mengambil manfaat dari barang gadai. Pendapat inilah yang banyak digunakan ulama, sehingga dirasa perlu untuk mencari solusi untuk lolos dari perangkap riba. Salah satu solusi yang ditawarkan kepada masyarakat adalah dengan mengubah akad gadai menjadi akad jual beli yang bertempo atau “jual sanda”. Hal ini pun mendapat tanggapan yang beragam dari para Fuqaha klasik dan kontemporer. Hal yang perlu dikaji adalah apakah konsep “jual sanda” dalam hukum Islam dan statusnya dalam hîlah untuk menghindari praktik riba. Dengan meneliti hal tersebut maka kita akan mengetahui konsep “jual sanda” dalam hukum Islam dan pengaruh hilah dalam kontraknya untuk menghindari riba. Studi kasus tersebut bersifat studi literatur hukum Islam lintas mazhab yang mencakup tentang konsep “jual sanda” dalam perspektif hukum Islam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa “jual sanda” yang menggunakan kontrak jual beli memang mempunyai kemiripan dengan bai’ ‘Uhdah selama lafal kontrak tersebut terlepas dari perjanjian untuk menjual kembali kepada penjual dan hukumnya pun boleh. Apabila terkait dengan hal tersebut maka kontrak tersebut bukan bai’ ‘Uhdah dan hukumnya pun haram. Kontrak yang dipraktikkan di masyarakat kita lebih dominan kepada praktik hîlah dan jika keinginan “jual sanda” adalah murni jual beli ‘Uhdah, maka hal tersebut halal. Jika hîlah tersebut bertujuan untuk melegalkan yang haram maka pada hukum akhirat tetap mendapatkan dosa atau haram. Di antara solusi yang ditawarkan adalah kembali ke khilaf yang pertama. Yaitu, murtahin diperbolehkan untuk menggunakan barang gadai, dengan catatan hal tersebut harus seizin râhin. Tesis ini masih bersifat umum, belum menjadi penelitian mendalam dalam kasus tersebut, sehingga disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk memperdalam kajian ke ranah status sosial atau kultur, atau studi komparatif antara dua ulama.

Actions (login required)

View Item