Astuti, Nia (2022) PRAKTIK AKAD PENGGILINGAN PADI DALAM PERSPEKTIF FIQIH MUAMALAH DI DESA BABIRIK HILIR KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA. Skripsi, Syariah.

	Text PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN.pdf Download (132kB)
	Text AWAL.pdf Download (798kB)
	Text ABSTRAK.pdf Download (176kB)
	Text BAB I.pdf Download (206kB)
	Text BAB II.pdf Restricted to Repository staff only Download (375kB)
	Text BAB III.pdf Download (127kB)
	Text BAB IV.pdf Download (372kB)
	Text BAB V.pdf Download (116kB)
	Text DAFTAR PUSTAKA.pdf Download (181kB)
	Text LAMPIRAN.pdf Download (3MB)

ABSTRAK

Skripsi ini mempelajari praktik akad penggilingan padi di Desa Babirik Hilir, Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU). Latar belakangnya, upah dibayar bisa dengan uang atau beras. Selanjutnya, terdapat kebijakan yang berbeda-beda mengenai siapa pemilik dedak: pelanggan atau penggiling? Skripsi ini meneliti bagaimana persisnya akad penggilingan padi di sana sehingga terjadi perbedaanperbedaan ini. Skripsi ini juga melakukan tinjauan fiqih muamalah terhadap keabsahan akad dan menganalisis kepemilikan dedak berdasarkan teori kepemilikan dan ‘urf di dalam hukum Islam. Penelitian ini adalah penelitian hukum empiris dan bersifat sosiologis. Penulis menganalisis bagaimana interaksi masyarakat yang terjadi ketika sistem norma bekerja. Penulis memperhatikan kemungkinan pergesekan antara norma hukum Islam dan kebiasaan di masyarakat. Akad ijarah penggilingan padi di Desa Babirik Hilir dilaksanakan secara lisan, tanpa menyebut upahnya. Penggiling tidak menyediakan nota. Yang terjadi biasanya adalah pelanggan meminta secara lisan agar gabahnya digiling dan penggiling menyanggupinya. Menurut penyedia jasa, besaran upah sudah diketahui pelanggan, sehingga tidak perlu masuk dalam akad. Pelanggan membayar upah setelah penggilingan selesai. Penulis menyimpulkan bahwa transaksi upah-mengupah ini tidak bertentangan dengan hukum Islam, karena pelanggan dan penggiling sepakat mengenai upah, dan karena praktik akad lisan ini sudah menjadi kebiasaan. Secara normatif, dedak hasil sampingan menggiling padi adalah milik pelanggan. Penggiling yang mengambil dedak tersebut bisa dianggap merampas hak milik pelanggan jika dia tidak mengikhlaskannya. Namun penulis beranggapan bahwa pelanggan menyetujui diambilnya dedak tersebut oleh penggiling. Buktinya, pelanggan tidak protes dan kembali menggilingkan padinya ke tempat itu. Lagi pula, masyarakat mengetahui kebijakan tersebut dan mereka dapat pergi ke penggilingan padi yang lain jika ingin mendapatkan dedak secara gratis. Inilah yang penulis anggap sebagai ‘urf yang bisa diterima, dan karena itu, praktik mengambil dedak tidak termasuk perampasan.

Actions (login required)

View Item