Kurniawati, Lilis (2022) Isu-isu Perempuan dalam Tafsir Faidh al Rahmân Karya K.H. Sholeh Darat. Skripsi, Ushuluddin dan Humaniora.

	Text PERNYATAAN.pdf Download (124kB)
	Text Awal.pdf Download (1MB)
	Text ABSTRAK.pdf Download (328kB)
	Text BAB I.pdf Download (688kB)
	Text BAB II.pdf Restricted to Repository staff only Download (696kB)
	Text BAB III.pdf Download (906kB)
	Text BAB IV.pdf Download (890kB)
	Text BAB V.pdf Download (521kB)
	Text DAFTAR PUSTAKA.pdf Download (401kB)
	Text LAMPIRAN.pdf Download (4MB)

ABSTRAK

Isu-isu perempuan merupakan rentetan isu yang tidak pernah selesai untuk diperdebatkan baik dalam ranah agama maupun sosial. Dalam ranah agama, perdebatan mengenai isu-isu perempuan berakar dari penafsiran terhadap teks ayat-ayat Al-Qur‟an yang berisi tentang isu perempuan yang ditafsirkan dengan metode dan hasil yang beragam. Sebagian besar mufasir klasik menafsirkan persoalan isu perempuan lebih tradisional yang menimbulkan bias gender, yang banyak dibantah oleh kalangan feminis. K.H. Sholeh Darat, seorang mufasir Nusantara yang hidup pada masa penjajahan Belanda (mufasir kontemporer) menjadi menarik untuk dikaji penafsirannya mengenai isu-isu perempuan, sebab ia hidup pada masa perempuan kala itu masih terkungkung dalam balutan diskriminasi. Berdasar pada latar belakang tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penafsiran K.H. Sholeh Darat terhadap isu-isu perempuan dalam Tafsir Faidh al-Rahmân dengan mengangkat dua isu, yakni (1) isu kesaksian perempuan; dan (2) isu hak menggugat cerai bagi perempuan. Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research), dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Data yang dipakai dalam penelitian ini adalah Q.S. al-Baqarah/2: 282 dan 229. Sumber data utama dalam penelitian ini adalah Tafsir Faidh al-Rahmân karya K.H. Shaleh Darat. Sedangkan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dokumentasi dan teknik analisis data dengan analisis deskriptif kualitatif. Adapun hasil dari penelitian ini adalah (1) perempuan boleh menjadi saksi sebagaimana laki-laki. Alasan aturan persaksian perempuan harus dua orang menurut K.H. Sholeh Darat adalah karena perempuan kurang akal dan kurang agama. Namun, dua orang perempuan bukan berarti keduanya menjadi saksi, akan tetapi menurutnya satu orang perempuan hanya menjadi pengingat bagi yang lainnya. (2) Otoritas laki-laki dalam khulu’ masih terlihat dalam penafsirannya tatkala ia menyebut khulu‟ sama dengan talak dan dalam asbâb al-nuzûl dijelaskan meski istri berhak mengajukan gugatan cerai kepada suami, namun suami tetap harus menjatuhkan talak. Hadis mengenai haram bau surga bagi perempuan yang menggugat cerai dalam penafsiran tentang khulu’ bukanlah sebuah hal yang bias gender karena ia meletakkan hadis ini sesudah kemakruhan perempuan menggugat cerai tanpa alasan wajib. Ketika menyebut besaran ‘iwadh ia bersikap tidak begitu meringankan perempuan, yakni tidak boleh dan boleh jumlahnya melebihi mahar.

Actions (login required)

View Item