Akhmad, Fauzan (2022) Analisis Yuridis Pengadilan Agama tentang Nafkah Batin. Tesis, Pascasarjana.

	Text PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN.pdf Download (217kB)
	Text AWAL.pdf Download (2MB)
	Text ABSTRAK.pdf Download (534kB)
	Text BAB I.pdf Download (716kB)
	Text BAB II.pdf Restricted to Repository staff only Download (836kB)
	Text BAB III.pdf Download (724kB)
	Text BAB IV.pdf Download (610kB)
	Text BAB V.pdf Download (186kB)
	Text DAFTAR PUSTAKA.pdf Download (410kB)
	Text LAMPIRAN.pdf Download (5MB)

ABSTRAK

Ayat Al-Qur'an, Undang-undang Perkawinan dan KHI menjelaskan bahwa suami berkewajiban untuk memberikan nafkah kepada isterinya, tidak hanya memberikan nafkah lahir tetapi naflcah bathin juga wajib diberikan kepada isterinya. Jika suami tidak memberikan natkah batin kepada isterinya berarti ada kewajiban yang tidak terjalankan. Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 34 (3) menerangkan bahwa jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan. Kasus yang menarik, ada gugatan yang menuntut kompensasi materiil kepada suami suami atas naflcah batin. Di PA Bondowoso gugatan tersebut ditolak, namun di PA Martapura gugatan tersebut diterima, padahal tidak ada ketentuan dalam hukum Islam nafkah batin dapat dikompensasikan dengan materi. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba mengkaji Putusan Pengadilan Agama tentang naflcah batin yang di uangkan apakah dapat dibenarkan dalam hukum Islam. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan konseptyal dan undang-undang. Bahan hukum yang digunakan diklasifikasikan kedalam tiga kategori yaitu bahan hukum primer berupa Undangundang, al-Qur'an dan Hadis, kemudian bahan hukum skunder berupa buku, jurnal, dan pandangan ahli, dan bahan hukum tersier berupa kamus, ensiklopedi, dan informasi tambahan lainnya. Bahan-bahan hukum tersebut dianalisis dengan analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan secara konseptual, naflcah batin dalam hukum Islam merupakan hak seorang isteri atas suaminya ada dua macam hak, ada yang berupa benda, ada yang bukan benda; yang berupa benda adalah naftah atau belanja kebutuhan isteri, dan yang bukan benda berupa menggauli isteri dengan baik dan menjaga isteri. Nafkah batin tidak dapat dikonversikan dengan materi, tidak ada hukumnya dan tidak ada ukuran bahwa nafkah batin bisa dinominalkan. Tentunya hal ini sangat jauh sekali dengan Al-Quran dan Hadist tentang tujuan pernikahan, yang lebih ditakutkan lagi adalah kemungkinan isteri menggunakan haknya demi menuntut naflcah batin agar dikompensasikan menjadi uang bisa sehingga bisa menimbulkan kesan amoral bahwa hubungan suami isteri yang awalnya adalah bernilai ibadah dan mengikuti sunnah Rasulullah akan disamakan dengan pelacur yang menjual kepuasan seksualnya demi harta. Akan menjadi bahaya kalau seandainya nafkah batin dalam hal ini adalah hubungan seksual bisa dimaterilkan. Sebab nanti semua orang mempersepsikan hubungan suami isteri dengan Zina atau prostitusi.

Actions (login required)

View Item