Restu, Tomy (2022) Kedudukan Anak Angkat dalam Hukum Adat Masyarakat Muslim Suku Dayak Murung. Tesis, Pascasarjana.

	Text Pernyataan Keaslian.pdf Download (36kB)
	Text Awal.pdf Download (487kB)
	Text ABSTRACT.pdf Download (8kB)
	Text BAB I.pdf Download (257kB)
	Text BAB II.pdf Restricted to Repository staff only Download (266kB)
	Text BAB III.pdf Download (613kB)
	Text BAB IV.pdf Download (349kB)
	Text BAB V.pdf Download (9kB)
	Text DAFTAR PUSTAKA.pdf Download (167kB)
	Text LAMPIRAN.pdf Download (384kB)

ABSTRAK

Masyarakat muslim suku Dayak Murung memiliki konsep tersendiri terkait persoalan kedudukan anak angkat. Dalam hal ini ada dua sisi yang harus diperhatikan yaitu hukum adat masyarakat suku Dayak Murung secara murni dan hukum agama Islam yang kemudian dianut oleh suku Dayak Murung. Suku Dayak Murung yang sangat identik dengan agama Kaharingan, kemudian menganut agama islam menjadikannya seolah bertentangan. Namun dengan adanya dua sistem hukum ini maka terbentuklah sistem hukum yang merupakan hasil dari integrasi keduanya, dengan ciri khas yang identik akan tradisi para leluhur dengan menjunjung tinggi konsep nilai dalam ajaran islam. Dengan kata lain hukum adat kemudian disesuaikan dengan hukum agama. Hal ini membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian terkait, salah satunya ialah mengenai kedudukan anak angkat agar dapat tergambarkan dengan jelas bagaimana konsep kedudukan anak angkat yang ada pada masyarakat muslim suku Dayak Murung dan keselarasannya dengan hukum islam. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan mengkaji nilai-nilai dalam sistem hukum adat masyarakat muslim suku Dayak Murung dan kemudian menganalis konsep-konsep yang ada dengan hukum agama islam. Penulis berkesimpulan bahwa dalam hukum adat masyarakat muslim suku Dayak Murung kedudukan anak angkat adalah sama dengan anak kandung. Diantaranya dalam hal perlakuan ataupun pemenuhan haknya sebagai anak. Meski demikian dalam hal kenasaban pengangkatan anak dilakukan dengan tidak sama sekali memutuskan hubungan kekerabatan antara anak dan orangtua kandungnya, dengan kata lain anak tersebut hanya memiliki keluarga baru ataupun tambahan. Adapun mengenai kemahraman maka suatu ketabuan yang ada pada hukum adat masyarakat muslim suku Dayak Murung adalah merupakan wujud daripada ketaatan pada perjanjian awal pengangkatan anak namun tidak sampai kepada keharaman. Persoalan kewarisan anak angkat, maka anak angkat yang hidup bersama dengan orangtua angkatnya (hapambelum) dianggap memiliki hak yang sama dengan anak kandung. Namun dengan kebiasaan pembagian warisan sebelum pewaris meninggal (hibah-waris), maka ketika harta diterima oleh orang yang bukan ahli waris (anak angkat) berarti hal ini merupakan hibah secara murni. Hal ini terjadi karena masyarakat muslim suku Dayak Murung belum mengenal dengan adanya konsep wasiat-wajibah, karenanya pemberian harta oleh pewaris kepada orang yang bukan ahli waris disebut sebagai warisan.

Actions (login required)

View Item