Irfani, S.Th.I, Ahmad (2012) Zuhud Sosial Umar Ibn Khattab. Tesis, Pasca Sarjana.

Preview	Text BAB I.pdf Download (302kB) | Preview
Preview	Text BAB IV.pdf Download (321kB) | Preview

ABSTRAK

Ahmad Irfani, S.Th.I. 2012. Zuhud Sosial Umar Ibn Khattab. Di bawah bimbingan: Prof. Dr. H.Asmaran AS, M.A. dan Dr. Irfan Noor, M.Hum. Tesis, Program Studi Filsafat Islam, Konsentrasi Ilmu Tasawuf, Program Pascasarjana, IAIN Antasari Banjarmasin. Penelitian ini bermula dari pemikiran tentang konsep zuhud yang diartikan cuma sebagai ajaran yang menghubungkan seorang hamba dengan Tuhan dengan melepaskan fitrah kemanusiaan terhadap dunia materi. Walaupun dalam perjalanan perkembangan pemikiran para ulama terhadap konsep zuhud ada penyesuaian zaman, khususnya untuk era sekarang ini, namun penulis ingin menekankan keteladanan Rasulullah saw. dan para sahabat beliau. Khususnya, dalam penelitian ini, penulis mengambil sampel sahabat Rasulullah saw., Umar Ibn Khattab. Beliau tidak saja bersikap zuhud, namun dalam kepemimpinannya sebagai salah seorang khalifah pengganti Rasulullah saw. setelah Abu Bakar, beliau juga sangat mempedulikan masalah-masalah kesejahteraan sosial. Hal inilah yang membuat penulis berminat lebih jauh meneliti tentang konsep zuhud yang seharusnya tidak diartikan cuma sekedar sebagai ibadah individu, antara hamba dengan Tuhannya, tetapi juga tetap menjadikan sebagai umat yang bersosial. Penelitian ini bertujuan untuk lebih memahami ajaran zuhud sosial yang bisa diwujudkan dalam konteks masyarakat kontemporer ini dengan melihat dan meneladani kepribadian zuhudnya dan sosialnya sahabat Rasulullah saw., Umar Ibn Khattab. Penelitian yang berupa penelitian kepustakaan (library research) ini menggunakan metode dalam pencarian data adalah dengan menyelami karya-karya ilmiah yang sesuai dengan objek kajian terutama buku-buku tasawuf yang berhubungan tentang sifat zuhud dan riwayat Umar Ibn Khattab dari berbagai disiplin ilmu (tasawuf, tafsir, hadis, dan sebagainya) dan karya-karya ilmiah yang lain yang ada relevansinya dengan pokok masalah tersebut. Dengan teknik deskriftif analitik, penulis akhirnya menyimpulkan bahwa tasawuf merupakan salah satu aspek (historis) Islam, sebagai perwujudan dari ihsan yang berarti kesadaran adanya komunikasi dan dialog langsung seorang hamba dengan Tuhannya. Dalam dunia tasawuf, seseorang yang ingin bertemu dengan-Nya harus melakukan perjalanan (salik) dan menghilangkan sesuatu yang menghalangi antara dirinya dengan Tuhannya, yaitu dunia materi. Dalam tasawuf sikap ini disebut zuhud. Zuhud bagi penganut Islam adalah sikap hidup yang sangat diutamakan oleh kalangan sufi yaitu sikap tidak terbelenggu oleh hidup kebendaan. Orang yang zuhud memandang kedekatan kepada Allah swt. dengan hidup secara rohani lebih membahagiakan daripada kenikmatan duniawi dan kemewahan materi. Karenanya orang yang zuhud tidak bangga dengan sesuatu yang diperoleh atau dimiliki dan tidak pula bersedih karena tidak memperoleh dan memilikinya, karena ia ingin merdeka dan bebas dari pengaruh kebendaan. Walaupun secara eksplisit kata zuhud hanya disebut sekali dalam Alquran (Q.S. Yusuf: 20), namun sikap zuhud banyak disebut dalam berbagai ayat Alquran. Secara keseluruhan ayat-ayat yang berkaitan dengan sikap manusia terhadap dunia diklasifikasikan menjadi dua: Pertama, ayat-ayat yang menganggap negatif terhadap dunia, dan menganjurkan agar manusia mengisolasikan diri daripadanya. Model ayat seperti ini menyoroti sikap manusia pada umumnya, dan orang-orang kafir pada khususnya yang hanya mencari kesenangan di dunia ini saja, dan mengharapkan kekekalan hidup di dalamnya. Kedua, ayat-ayat yang menyatakan bahwa dunia diciptakan oleh Allah swt. bukan hanya sekedar sambil lalu (la’ibun), tetapi mempunyai makna, hikmah, dan tujuan yang jelas dan positif (haq). Karena itu seorang mu’min tidak dilarang menikmatinya secara wajar dan proporsional, sepanjang tidak mengalahkan akhirat dan melupakan Allah swt.. Selain ayat-ayat Alquran sebagai dasar ajaran zuhud dalam Islam, sejarah juga mencatat banyak ditemukan Rasulullah saw. seringkali mengarahkan sahabat-sahabatnya agar berpaling dari dunia dan zuhud terhadap kemewahannya, yaitu dengan memandang rendah perkara dunia dan menghinakan segala godaan dan bujuk rayunya. Itu semua supaya dunia tidak menyibukkan mereka dari tugas utama yang mereka diciptakan untuk-Nya dan tidak memutuskan mereka dari misi suci yang mereka emban. Kitab-kitab sejarah dipenuhi dengan kisah tentang kezuhudan Rasulullah saw. dan para sahabatnya yang mulia. Kehidupan mereka tidak lain adalah suri teladan yang sempurna bagi orang-orang mu’min yang tulus. Mereka menjadi contoh dalam zuhud, kehormatan, kesucian, dan istiqomah. Salah seorang sahabat terbaik Rasulullah saw. yang menjadi figur kezuhudan adalah Umar Ibn Khattab. Walaupun pernah hidup dalam masa kegelapan namun ketika hidayah Islam itu datang banyak hal yang beliau lakukan untuk kemenangan dan kemakmuran Islam di bumi jagat raya ini. Sosoknya yang sederhana tidak membuat pangkat dan jabatan di pundaknya merubah perilakunya sedikit pun. Yang jelas dibalik itu tersimpan pribadi yang sulit ditandingi. Allah swt., telah memberi ilham dan taufiq kepadanya dalam memperkenalkan panggilan zaman, menjawab tantangan hidup baru, dan membangun negara Islam. Umar Ibn Khattab, salah seorang sahabat Rasulullah saw. dan juga sebagai seorang khalifah telah memberikan teladan bagaimana bersikap zuhud terhadap dunia namun peduli dengan kepentingan ummah yang menjadi tanggungjawabnya. Beliau tidak peduli dengan kemewahan dunia yang ditawarkan kepadanya namun tidak ingin dimilikinya tersebut, tidaklah berarti beliau sebagai sosok pemimpin tidak memperdulikan kesejahteraan umatnya. Sehingga para filosof sampai mengatakan bahwa Umar Ibn Khattab tidaklah meninggalkan istana (bangunan-bangunan) yang mewah, berukirkan mutiara dan permata, tetapi telah meningggalkan keteladanan akhlak yang seharusnya menjadi kepribadian muslimin pada khususnya. Ini memang jauh lebih penting dalam menghadapi era perubahan zaman yang semakin menawarkan kesenangan yang semu namun penuh dengan tipu daya dunia semata. Kebahagiaan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal tanpa ada larangan untuk ingin tetap menikmati kenikmatan dunia ini. Hal inilah yang dimaksud dengan zuhud sosial; bersikap tenang terhadap dunia dan tidak diperbudak oleh materi, namun bukan berarti tidak peduli dengan kesejahteraan hidup (kebahagiaan dunia), terutama kesejahteraan umat.

Actions (login required)

View Item