Nuryanto, Aziz (2015) Konsep Pengangkatan Kepala Negara Menurut Pandangan Al-Mawardi dan Taqiyuddin An-Nabhani. Tesis, Pascasarjana.

Preview	Text PERNYATAAN.pdf Download (145kB) | Preview
Preview	Text AWAL.pdf Download (440kB) | Preview
Preview	Text ABSTRAK.pdf Download (86kB) | Preview
Preview	Text BAB I.pdf Download (442kB) | Preview
Preview	Text BAB II.pdf Download (473kB) | Preview
Preview	Text BAB III.pdf Download (356kB) | Preview
Preview	Text BAB IV.pdf Download (688kB) | Preview
Preview	Text BAB V.pdf Download (90kB) | Preview
Preview	Text LAMPIRAN.pdf Download (230kB) | Preview

ABSTRAK

Aziz Nuryanto, Konsep Pengangkatan Kepala Negara Menurut Pandangan Al-Mawardi dan Taqiyuddin An-Nabhani, Di bawah bimbimbingan I: Prof. Dr. H. Ahmadi Hasan, M.Hum dan II: Dr. Saifuddin, M.Ag., Program Pascasarjana IAIN Antasari Banjarmasin, (2015). Kata Kunci: Pengangkatan Kepala Negara, Al-Mawardi, Taqiyuddin An-Nabhani. Al-Mawardi dan An-Nabhani merupakan dua tokoh besar pemikir Islam yang cukup terkenal di masa mereka masing-masing, terutama dalam hal politik. Karena pada zaman Rasulullah tidak dijelaskan secara detail mengenai mekanisme pengangkatan kepala negara, maka antara Al-Mawardi dan An-Nabhani pun memiliki cara yang berbeda. Selain memiliki cara yang berbeda Al-Mawardi dan An-Nabhani pun memiliki memiliki landasan hukum yang berbeda pula. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji konsep pemikiran Al-Mawardi dan Taqiyuddin An-Nabhani dalam hal Pengangkatan Kepala Negara dan landasan hukum yang digunakan. Jenis penelitian ini adalah penelitian normatif, dengan menggunakan kitab karangan Al-Mawardi dan An-Nabhani sebagai sumber data dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengangkatan Kepala Negara menurut Mawardi bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu pertama, melalui persidangan ahlu al-aqdi wa al-hal , yaitu kepala negara dipilih dan diangkat oleh dewan perwakilan yang ditunjuk oleh kepala negara. Dalam hal ini Mawardi mendasarkan pada peristiwa pemilihan dan pengangkatan Utsman bin Affan sebagai kepala negara oleh sekelompok orang yang ditunjuk oleh umar yang terdiri dari enam orang. cara yang pertama ini memeliki kelemahan dan juga kelebihan. Adapun kelemahan cara yang pertama ini adalah anggota ahlu al-aqdi wa al-hal sebagai dewan perwakilan, dipilih dan diangkat oleh kepala negara. Hal ini menunjukkan bahwa ahlu al-aqdi wa al-hal merupakan perpanjangan tangan kekuasaan (kepala negara) bukan perpanjangan tangan rakyat yang seharusnya dewan tersebut merupakan penampung dan pelaksana aspirasi serta mewakili rakyat dalam memilih kepala negara. Sedangkan kelebihan dari gagasan Al-Mawardi yaitu lebih menghemat waktu dan biaya. Cara yang kedua dalam pengangkatan kepala Negara Menurut Mawardi adalah melalui pemberian mandat, yaitu memberikan atau mewariskan jabatan kepala negara kepada putra mahkota atau orang lain oleh kepala negara. Dalam hal ini Mawardi mendasarkan pada moment penting yang terjadi pada masa Khulafaur Rasyidun, yaitu pengangkatan Umar bin Khaththab sebagai kepala negara oleh Abu Bakar. Pengangkatan Kepala Negara menurut An-Nabhani yaitu dengan cara membaiat, namun sebelumnya dipilih oleh rakyat terlebih dahulu. Kelebihan dari cara ini adalah lebih demokratis, sedangkan kelemahan nya adalah memerlukan waktu yang lama. Landasan pemikiran An-Nabhani adalah peristiwa pembaiatan khalifah Utsman menggantikan Umar.

Actions (login required)

View Item