H. Hanafi, H. Hanafi (2011) Misi Kristen dan Dakwah Islam (Perspektif Tokoh-tokoh Agama di Banjarmasin. Skripsi, Ushuluddin dan Humaniora.

Preview	Text BAB I.pdf Download (148kB) | Preview
Preview	Text BAB IV.pdf Download (159kB) | Preview

ABSTRAK

H. Hanafi. 2011. Misi Kristen dan Dakwah Islam (Perspektif Tokoh-tokoh Agama di Banjarmasin. Skripsi, Jurusan Perbandingan Agama, Fakultas Ushuluddin. Pembimbing: (I) Dra. Hj. Nurul Djazimah, M. Ag, (II) Drs. Abdul Wahid. Penelitian ini berlatar belakang dari fakta sejarah bahwa Kristen dan Islam yang merupakan dua agama samawi sering terlibat konflik horizontal dikarenakan salah satu pandangan absolutis agama tersebut yaitu mengenai misi penyiaran agama. Dalam Kristen misi dikenal sebagai Great Commission (Amanat Agung) bagi setiap penganut Yesus untuk meng-Kristenkan siapapun dan dimanapun serta kapanpun, jika kesempatan memungkinkan. Sedangkan dalam Islam hal tersebut dikenal dengan da'wah yang berarti ajakan untuk menuju jalan Allah. Misi dan dakwah merupakan masalah sensitif menyangkut keyakinan dan hubungan antaragama, oleh karenanya, dalam konteks keindonesiaan, masalah tersebut diperhatikan secara serius pemerintah yaitu dengan menetapkan pedoman dan tata cata dalam penyiaran agama tersebut melalui SKB (Surat Keputusan Bersama) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 1 tahun 1979. Dari permasalahan inilah muncul pertanyaan; bagaimana persepsi tokoh-tokoh agama di Banjarmasin menyangkut misi dan dakwah, berbagai keputusan Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri tentang pedoman penyiaran agama di Indonesia, dan kiat-kiat mengatasi ketegangan/konflik antaragama Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi dan pandangan tokoh-tokoh Kristen dan Islam mengenai misi dan dakwah, berbagai keputusan Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri tentang pedoman penyiaran agama di Indonesia, dan kiat-kiat tokoh tersebut dalam mengatasi ketegangan/konflik antaragama yang disebabkan adanya misi dan dakwah. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research), yang bersifat deskriptif-kualitatif. Yang mana untuk memperoleh data yang diperlukan penulis melakukan wawancara mendalam (deep interview) kepada responden, dan dokumenter, yang dalam hal ini penulis mengumpulkan sejumlah literatur, catatan dan arsip-arsip yang ada kaitannya dengan penelitian. Teknik penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan teologis dan sosiologis (sosiologi agama). Melalui teknik analisis dengan metode induktif dan deduktif serta penjelasan tentang persamaan dan perbedaan persepsi tokoh-tokoh agama tersebut, penelitian ini menghasilkan temuan-temuan: Pertama: Tokoh-tokoh agama di Banjarmasin sepakat bahwa pada dasarnya secara historis hubungan kedua agama cukup harmonis, adapun mengenai adanya ketegangan-ketegangan yang terjadi selama ini lebih dikarenakan pemahaman eksklusif yang berlebihan dari oknum tertentu pada kedua agama, terutama menyangkut misi dan dakwah yang sama-sama diemban keduanya. Yang mana masing-masing agama mengklaim kebenaran dan keselamatan hanya ada pada pihak mereka dan golongan lain harus diselamatkan dan dipertobatkan. Kedua: Tokoh-tokoh agama tersebut juga menegaskan bahwa misi dan dakwah dalam agama mereka terdiri dari dua fungsi, yaitu internal dan eksternal, yang mana keduanya dianggap sama-sama urgen dalam agama masing-masing. Ketiga: Motivasi misi dan dakwah memang demi menyelamatkan orang lain dari ketersesatan dan kekafirannya, namun istilah sesat dan kafir tersebut tidak hanya dialamatkan kepada orang di luar agama, tetapi juga umat masing-masing agama sendiri yang dianggap tidak meyakini dan menjalankan agamanya secara sempurna. Keempat: Tokoh-tokoh kalangan Kristen (Katolik dan Protestan) menyebutkan bahwa doktrin tentang wajibnya menyiarkan agama memang tetap berlaku sampai kapan pun, namun konsep tersebut sudah mengalami pergeseran bahkan tranformasi paradigma dari yang eksklusif kepada inklusif. Kelima: Menyangkut dana dan bantuan (khususnya luar negeri) dalam Kristen, hanya bertujuan untuk memfasilitasi sarana-prasarana bagi misi yang sifatnya kemanusiaan, meningkatkan kualitas keberagamaan secara internal, dan tidak dimotivasi oleh kristenisasi dan evangelikalisasi. Sedangkan dalam Islam, dana hanya didapatkan melalui sumbangan sukarela secara internal dan belum ada lembaga yang mengurus sumber dana tersebut. Keenam: Mengenai SKB Dua Menteri tahun 1979 dan pedoman penyiaran agama yang dirumuskan oleh Pemerintah, pada dasarnya tokoh-tokoh agama di Banjarmasin sepakat menyetujui upaya Pemerintah tersebut. Hanya saja bagi kalangan Islam, peraturan tersebut perlu ditindak lanjuti dengan melahirkan peraturan mengenai sanksi bagi yang melanggar peraturan sebelumnya. Sedangkan menurut tokoh Kristen, SKB tersebut justru berpeluang meretakkan hubungan baik kedua pihak dan mengakibatkan meningkatnya kecurigaan yang muncul dari pihak tertentu. Ketujuh: Kiat-kiat yang diajukan para tokoh agama tersebut dalam upaya mengatasi ketegangan antaragama sekaligus menjaga hubungan yang harmonis di kalangan keduanya pada secara garis besar sama, yaitu agar kedua agama sama-sama meningkatkan kualitas umat masing-masing baik dari segi pemahaman doktrin, terutama masalah misi dan dakwah, meredam lahirnya oknum-oknum yang bersifat militan dan agresif dalam menjalankan perintah agama, tetap mematuhi peraturan yang sudah ada menyangkut hal tersebut, serta hendaknya tiap kalangan berusaha membangun komunikasi dan dialog dari tingkat atas hingga akar rumput yang biasanya justru di situlah konflik sering terjadi.

Actions (login required)

View Item