Rusli, Rusli (2016) Ambivalensi Pengabsahan Anak Sekaligus Penolakan Isbat Nikah Dalam Satu Penetapan Hakim (Analisis Penetapan Nomor 33 Pdt.P/2011/PA.Tgt). Skripsi, Syariah dan Ekonomi Islam.

	Text PERNYATAAN.pdf Download (116kB)
	Text AWAL.pdf Download (1MB)
	Text ABSTRAK.pdf Download (85kB)
	Text BAB I.pdf Download (406kB)
	Text BAB II.pdf Restricted to Repository staff only Download (610kB)
	Text BAB III.pdf Download (472kB)
	Text BAB IV.pdf Download (95kB)
	Text DAFTAR PUSTAKA.pdf Download (669kB)
	Text LAMPIRAN.pdf Download (115kB)

ABSTRAK

Rusli. 2016. Ambivalensi Pengabsahan Anak Sekaligus Penolakan Isbat Nikah Dalam Satu Penetapan Hakim (Analisis Penetapan Nomor 33 Pdt.P/2011/PA.Tgt). Pembimbing: (I) Dr.H.A.Sukris Sarmadi, S.Ag.,M.H. (II) Diana Rahmi, S.Ag.,M.H. Kata Kunci: Pengabsahan, Anak, Penolakan, Isbat Nikah. Masalah ini diangkat karena ada majelis hakim yang memutuskan perkara pengabsahan anak yang isbat nikahnya ditolak, sehingga pernikahannya dianggap tidak sah menurut hakum, oleh karena itu perlu diadakan penelitian. Permasalahan yang diteliti adalah bagaimana pertimbangan hakim yang kemudian di analisis dengan peraturan perundang-undangan maupun hukum islam. Tujuan penelitian ini mendapatkan gambaran hukum tentang pengabsahan anak sekaligus penolakan isbat nikah dalam satu penetapan hakim. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan analitis (analyitical approach)¸ di mana sejumlah data diperoleh dengan menggunakan teknik pencarian istilah-istilah hukum melalui perundang-undangan dan hukum Islam. Kemudian data itu dianalisis dengan menggunakan metode preskriptif yakni memberikan argumentasi benar atau salah terhadap putusan pengadilan. Berdasarkan hasil penelitian, penemuan dalam penelitian ini adalah bahwa yang menyebabkan amar putusan perkara isbat nikah No: 33/Pdt.P/2011/PA.Tgt adalah ditolak sementara anaknya diakui dari tinjauan hukum Islam, karena hakim melihat perkawinan terjadi ketika Pemohon I masih terikat dengan pertalian perkawinan lain (istri pertama) yang dianggap pernikahan fa>sid tanpa memandang sesudah mereka bercerai. Padahal dalam Hukum islam sepanjang rukun dan syarat perkawinan terpenuhi tidak bisa dikatakan perkawinan fasid. Selain itu juga menurut hukum positif seorang isteri yang sudah bercerai dengan suaminya dianggap sudah tidak mempunyai ikatan lagi setelah keluarnya akta cerai resmi dari Pengadilan Agama, sehingga tidak perlu mengaitkannya dengan permohonan isbat nikah yang diajukan oleh Pemohon I dan Pemohon II. Maka seharusnya permohonan isbat nikah dikabulkan karena sudah memenuhi alat bukti persidangan. Oleh karena itu, jika isbat nikah dikabulkan maka secara langsung keberadaan anakpun menjadi anak sah dimata hukum.

Actions (login required)

View Item