Rahman, Taufik (2017) Isbat Hibah di Peradilan Agama. Skripsi, Syariah dan Ekonomi Islam.

	Text PERNYATAAN.pdf Download (136kB)
	Text AWAL.pdf Download (720kB)
	Text ABSTRAK.pdf Download (86kB)
	Text BAB I.pdf Download (244kB)
	Text BAB II.pdf Restricted to Repository staff only Download (645kB) | Request a copy
	Text BAB III.pdf Download (656kB)
	Text BAB IV.pdf Download (160kB)
	Text DAFTAR PUSTAKA.pdf Download (284kB)
	Text LAMPIRAN.pdf Download (316kB)

ABSTRAK

Kata Kunci: Isbat Hibah, Perkara Volunteer. Peradilan Agama. Penelitian ini didasarkan pada disparitas penetapan hakim di Peradilan Agama terhadap pengajuan perkara pengesahan/isbat hibah, sementara menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 jo. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Pasal 49 Perkara hibah merupakan kewenangan absolut Peradilan Agama, pada perkara 0085/Pdt.P/2016/PA.Brb perkara dinyatakan N.O dan pada perkara 26/Pdt.P/2012/PA.Pol perkara diterima bahkan dikabulkan. Berdasarkan hal itu penulis tertarik untuk mengetahui pertimbangan hakim dari kedua penetapan itu dan kedudukan isbat hibah di dalam hukum di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim dalam dua perkara permohonan pengesahan/isbat hibah serta untuk mengetahui bagaimana kedudukan isbat hibah di dalam hukum di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, yang bersifat preskriptif serta menggunakan pendekatan komparatif yang membandingkan pertimbangan hukum hakim dalam kedua penetapan di atas serta menggunakan analisis deskriptif untuk menguraikan pembahasan. Penelitian ini menghasilkan temuan-temuan: Pertama, penetapan 0085/Pdt.P/2016/PA. Brb untuk tidak dapat menerima perkara isbat hibah adalah tepat karena pada penetapan tersebut posita yang diajukan para pemohon tidak memiliki kepentingan hukum apapun terhadap becshiking yang dimohonkan. Tetapi pada pertimbangan hukumnya, hakim telah keliru mempertimbangkan dengan menjadikan Buku II sebagai pertimbangan hukum karena tidak ada di hierarki peraturan perundang-undangan dan pembahasan tentang hibah hanya diterima dalam bentuk contentieus di Buku II adalah pedoman yang bersifat fakultatif, bukan imperatif. Sementara pada penetapan kedua 26/Pdt.P/2012/PA.Pol hakim telah tepat untuk memeriksa perkara hibah dalam bentuk permohonan ini dan pertimbangan hukum yang digunakan pun dalam penetapan tersebut adalah tepat karena menghubungkan ketentuan pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 jo. Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dengan pasal 170 huruf g dan 210 Kompilasi Hukum Islam. kemudian pertimbangan untuk mengabulkan permohonan pun juga tepat karena didasarkan pada pertimbangan formil dan materiilnya baik alat bukti surat maupun saksi-saksi. Kedua, Kedudukan isbat secara konstitusional, hukum Islam baik secara teoritis maupun praktik yang dilakukan oleh umat Islam di Indonesia membawa implikasi bahwa hibah yang diajukan dalam bentuk volunteer ke Pengadilan Agama merupakan kewenangannya untuk diperiksa sebagai bagian dari melayani kepentingan hukum umat Islam

Actions (login required)

View Item