Ramadhana, Sari (2019) Penafsiran Gender Amina Waud dalam Pandangan Akademisi Banjar. Skripsi, Ushuluddin Dan Humaniora.

	Text PERNYATAAN.pdf Download (235kB)
	Text AWAL.pdf Download (883kB)
	Text ABSTRAK.pdf Download (87kB)
	Text BAB I.pdf Download (539kB)
	Text BAB II.pdf Restricted to Repository staff only Download (353kB)
	Text BAB III .pdf Download (506kB)
	Text BAB IV .pdf Download (321kB)
	Text BAB V.pdf Download (90kB)
	Text DAFTAR PUSTAKA.pdf Download (381kB)
	Text LAMPIRAN.pdf Download (358kB)

ABSTRAK

Penelitian ini bertolak dari permasalahan-permasalahan gender, perbedaan antara peran laki-laki dan perempuan di lingkungan masyarakat, tidak jarang menyebabkan posisi perempuan termarginalkan. Sehingga, isu kesetaraan gender menjadi isu yang sering di angkat oleh para tokok-tokoh cendekiawan, dan tidak terlepas dari para mufasir-mufasir Alquran. Namun, dalam isu kesetaraan gender ini para mufasir kontemporer khususnya kalangan feminis lebih giat untuk menyuarakannya. Salah satu tokoh yang menafsirkan ayat-ayat gender ini ialah Amina Wadud yang membuat kontroversi dengan wacana-wacananya dan para akademisi Banjar yang menelaah kembali terhadap penafsiran Amina Wadud. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana Akademisi Banjar memandang kembali wacana-wacana dan metodologi Amina Wadud dalam menafsirkan ayat isu-isu gender untuk mengetahui bagaimana wawasan pada penafsiran Amina Wadud tersebut. Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan dan lapangan dengan pendekatan kualitatif. Data dalam penelitian ini adalah penafsiran Amina Wadud mengenai ayat-ayat gender, kemudian dipandang kembali oleh akademisi Banjar. Adapun metode yang dilakukan ialah, menghimpun terlebih dahulu isu-isu gender dan dikelompokan menjadi 3 tema, mendeskripsikan penafsiran Amina Wadud dan pandangan akademisi Banjar, kemudian menyusun secara sistematis dan menganalisis dengan deskriptif kualitatif. Data dianalisis diperoleh dari penafsiran Amina Wadud dan pandangan akademisi Banjar, mengenai poligami, memukul, dan kepemimpinan. Misalnya dalam hal ini, penafsiran Amina Wadud terhadap poligami, Wadud berprinsip bahwa surah an-Nisa tersebut untuk monogami, karena konteks ayatnya untuk keadilan dan anak yatim, kemudian, adanya pandangan akademisi Banjar yang memiliki sikap berbeda-beda terhadap penafsiran Wadud tersebut, karena para akademisi Banjar ada yang menyepakati dengan argumen bahwa ayat tersebut memang untuk kebolehan poligami, sedangkan yang tidak menyepakati berpandangan bahwa dibolehkannya bukan berarti ayat tersebut membatalkan kebolehan poligami. Begitu pula dengan tafsir Wadud dalam hal memukul penolakan Wadud terhadap bolehnya memukul istri dan mengenai istri yang harus patuh terhadap suami. Dalam hal ini, akademisi Banjar memiliki pandangan berbeda, ada yang menyepakati bolehnya memukul tanpa harus mencederai dan ada yang tidak menyepakati. Kemudian dalam hal kepemimpinan, akademisi Banjar tidak menyepakati bahwa tolak ukur seorang laki-laki sebagai pemimpin hanya dalam hal materi. Dalam metodologi Amina Wadud menggunakan metode hermeneutika untuk mencoba menghadirkan keobjektifitasan dalam penafsiran mengenai isu-isu perempuan, namun, dalam hal ini para akademisi Banjar meragukan keobjektifitasan Wadud dalam penafsiran karena Wadud menafsirkan Alquran berusaha menutupi tema lain untuk tema yang ia usungkan.

Actions (login required)

View Item