Syaifullah, Syaifullah (2003) Persepsi Ulama Kota Banjarmasin Tentang Upah-mengupah Jasa Pijat Yang Pasiennya Berlainan Jenis Kelamin. Skripsi, Syariah dan Ekonomi Islam.

Preview	Text BAB I.pdf Download (315kB) | Preview
Preview	Text BAB IV.pdf Download (345kB) | Preview

ABSTRAK

Syaifullah. 2003. Persepsi Ulama Kota Banjarmasin Tentang Upah-mengupah Jasa Pijat Yang Pasiennya Berlainan Jenis Kelamin. Skripsi, Jurusan Muamalat, Fakultas Syari’ah. Pembimbing: (I) Drs. Jalaluddin, M.Hum, (II) Rahmat Sholihin S.Ag, M.Ag. Penelitian ini bertolak dari pendapat sebagian ulama yang mengatakan bahwa upah yang diperoleh dari jasa pijat tersebut adalah sama hukumnya haram untuk diambil, sedangkan sebagian yang lain berpendapat tidak demikian. Permasalahan yang diteliti di sini adalah bagaimana persepsi atau pendapat para ulama Kota Banjarmasin yang dimintai pendapatnya tentang masalah hukum upah jasa pijat yang pasiennya berlainan jenis kelamin yang diterima oleh tukang pijat di Kota Banjarmasin. Serta bagaimana sikap yang diberikan oleh para ulama mengenai upah jasa pijat tersebut. Tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui dan mendapatkan gambaran tentang persepsi ulama Kota Banjarmasin mengenai hukum upah jasa pijat yang pasiennya berlainan jenis kelamin, alasan apa yang melatarbelakangi persepsi tersebut, dan sikap yang diberikan serta solusinya. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yang bersifat studi sampling, yang mengkaji persepsi ulama Kota Banjarmasin tentang upah-mengupah jasa pijat yang pasiennya berlainan jenis kelamin. Lokasi dalam penelitian adalah Kota Banjarmasin yang meliputi lima kecamatan. Dengan populasi sebanyak 189 orang ulama yang kemudian diambil sampel sebanyak 20 orang atau sekitar 10%. Dari hasil penelitian tersebut maka terdapat dua persepsi tentang hukum upah-mengupah jasa pijat yang pasiennya berlainan jenis kelamin, yaitu: Pertama, ada 9 (sembilan) orang atau 45% dari keseluruhan responden tidak membolehkan (mengharamkan) upah jasa pijat tersebut. Kedua, ada 11 (sebelas) orang atau 55% dari keseluruhan responden memperbolehkan (mubah) upah jasa pijat yang pasiennya berlainan jenis kelamin tersebut, Dari masing-masing ulama yang mengemukakan pendapatnya mempunyai alasan dan dalil-dalil yang mendasari pendapat responden, alasan ulama yang mengharamkan upah-mengupah jasa pijat yang paiennya berlainan jenis kelamin tersebut melihat dari segi praktiknya atau tidak dibolehkan karena mereka menganggap hal tersebut lebih mendekatkan kepada perzinahan. Dan sesuatu yang diperoleh dari perbuatan yang tidak dibolehkan oleh syara’ maka upahnya diharamkan untuk diambil. Alasan ulama yang mengatakan boleh atau halal karena bahwasanya upah yang diperoleh tersebut merupakan balas jasa atas pekerjaan atau jerih payah yang telah dilakukannya, dan atas dasar saling tolong-menolong sesama manusia, dan membantu kepada orang miskin yang mempunyai ekonomi lemah. Menurut tarjih penulis lebih cenderung bahwa upah-mengupah jasa pijat yang pasiennya berlainan jenis kelamin adalah halal (boleh), karena dapat diqiaskan dengan kedokteran yang dibolehkan melihat aurat pasiennya dan tersentuhnya kulit. Karena bertujuan saling tolong-menolong, suka rela, lebih memprioritaskan kepada kemaslahatan sesama manusia.

Actions (login required)

View Item