Aryanti, Riska (2023) Pemahaman Ayat Tentang Tabarruj dalam Tafsir Marâh Labîd Karya Syekh Nawawi Al-Bantani dan An-Nur Karya Prof. Dr. Teungku M. Hasbi Ash-Shiddieqy. Skripsi, Ushuluddin dan Humaniora.

	Text PERNYATAAN KEASLIAN.pdf Download (301kB)
	Text AWAL.pdf Download (948kB)
	Text ABSTRAK.pdf Download (209kB)
	Text BAB I.pdf Download (315kB)
	Text BAB II.pdf Restricted to Repository staff only Download (486kB)
	Text BAB III.pdf Download (391kB)
	Text BAB IV.pdf Download (484kB)
	Text BAB V.pdf Download (232kB)
	Text DAFTAR PUSTAKA.pdf Download (229kB)
	Text LAMPIRAN.pdf Download (794kB)
	Text RIWAYAT HIDUP.pdf Download (142kB)

ABSTRAK

Hukum Islam senantiasa menjadi hukum yang berlaku dalam berbagai masyarakat muslim. Dan di antara salah satu aturan hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an adalah larangan tabarruj. Tabarruj adalah tindakan seorang wanita yang memperlihatkan perhiasan dan keindahan tubuhnya kepada laki-laki yang bukan mahramnya, yang mana terkeluar daripada syari'at-syari’at pemakaian dalam Islam yang telah mewajibkannya untuk ditutup. Sementara itu Nabi Saw berusaha melepaskan belenggu tradisi jahiliah pada saat itu dengan mengangkat harkat perempuan. Sehingga penulis ingin meneliti pemahaman ayat tentang tabarruj dalam Tafsir Marâh Labîd karya Syekh Nawawi Al-Bantani dan Tafsir An-Nur karya Prof. Dr. Teungku M. Hasbi Ash-Shiddieqy. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library research). Penelitian telaah pustaka ini merupakan penelitian kualitatif dengan sumber data primer yaitu Tafsir Marâh Labîd dan An-Nur serta data sekunder berupa buku-buku yang relevan. Objek kajian peneliti dengan membandingkan Tafsir Marâh Labîd karya Syekh Nawawi Al-Bantani dan An-Nur karya Prof. Dr. Teungku M. Hasbi Ash-Shiddieqy. Analisis data penelitian ini adalah analisis isi dan analisis deskripsi-komparasi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa: (1) QS. Al-Nûr/24: 31, persamaan kedua mufassir terdapat pada kesepakatan larangan menampakkan perhiasan. Sedangkan perbedaannya terdapat Syekh Nawawi berpendapat bahwa perhiasan itu ada tiga macam perkara yakni pakaian, perhiasan emas, dan make up. Sedangkan Hasbi berpendapat bahwa perhiasan itu ialah yang menjadi tempat perhiasan seperti tempat pemakaian kalung. (2) QS.Al-Ahzâb /33: 33, persamaannya adalah tentang larangan tabarruj kepada istri-istri nabi, agar apabila mereka keluar tidak memakai perhiasan yang berlebihan seperti perhiasan berlebihan. Sedangkan perbedaannya terdapat pada makna tabarruj, menurut Syekh Nawawi ialah memakai perhiasan orang-orang kafir jahiliah dahulu yaitu, berkain tipis dan berwarna mencolok. Sedangkan menurut Hasbi ialah tabarruj mengacu pada larangan kepada istri-istri Nabi untuk tidak memperlihatkan hiasan-hiasan yang dipakainya dan kecantikan tubuhnya kepada lelaki lain. (3) QS. Al-Nûr/24:60, persamaan kedua mufassir dalam ayat ini ialah membolehkan kepada para perempuan tua untuk menanggalkan pakaian luar (kerudung). Sedangkan perbedaannya Syekh Nawawi berpendapat bolehnya melepaskan kain kerudung mereka sedangkan menurut Hasbi boleh tidak memakai kerudung dan tidak menutup rapat pangkal dadanya serta tidak menampakkan hiasan-hiasan emas.

Actions (login required)

View Item