Sulistyawati, Siti Riana (2015) Gambaran Resiliensi Remaja Yang Tinggal Dengan Ayah Akibat Perceraian (Studi Kasus Di Jalan Pemajatan Gambut). Skripsi, Ushuluddin dan Humaniora.

Preview	Text BAB I.pdf Download (393kB) | Preview
Preview	Text BAB IV.pdf Download (280kB) | Preview

ABSTRAK

Siti Riana Sulistyawati, 2015. Gambaran Resiliensi Remaja Yang Tinggal Dengan Ayah Akibat Perceraian (Studi Kasus Di Jalan Pemajatan Gambut). Skripsi. Jurusan Psikologi Islam. Fakultas Ushuluddin & Humaniora, Pembimbing: (I) Dra. Hj. Siti Faridah M.Ag, Pembimbing: (II) Yulia Hairina M. Psi Kata Kunci: Resiliensi, Remaja, Perceraian Perceraian sudah merupakan suatu hal umum, peristiwa perceraian dalam keluarga senantiasa membawa dampak yang mendalam terutama kepada anak. Apabila konflik ini sampai titik kritis maka peristiwa perceraian itu berada di ambang pintu. Anak akan merasakan dampak terburuk dari perceraian kedua orangtuanya, apalagi pada masa usia remaja antara 13-14 tahun sedang berada dalam masa peralihan dan pertumbuhan baik dari segi fisik dan emosi yang masih labil. Untuk menyikapi segala permasalahan akibat perceraian orang tua mereka, maka remaja tersebut harus memiliki kekuatan atau fondasi yang dalam istilah Psikologi Perkembangan disebut dengan Resiliensi. Resiliensi yaitu daya lentur atau kemampuan atau kapasitas insani yang dimiliki seseorang, kelompok atau masyarakat yang memungkinkannya untuk menghadapi, mencegah, meminimalkan dan bahkan menghilangkan dampak-dampak yang merugikan dari kondisi-kondisi kehidupan yang menyengsarakan menjadi suatu hal yang wajar untuk diatasi. Tujuan dari penelitian ini mendeskripsikan resiliensi remaja yang tinggal dengan ayah akibat perceraian dan untuk mengetahui aspek-aspek apa saja yang membentuk resiliensi remaja yang tinggal dengan ayah. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan metode studi kasus. Subjek penelitian adalah remaja yang masih berusia 13-14 tahun, subjek MR berjenis kelamin laki-laki, subjek SR berjenis kelamin perempuan, berasal dari keluarga broken home, memilih tinggal bersama ayahnya, orangtua bercerai selama kurun waktu satu tahun setengah sampai tiga tahun. Metode pengumpulan data dilakukan dalam penelitian adalah wawancara mendalam dan observasi non partisipan. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa secara umum, kedua subjek memiliki kemampuan proses resiliensi yang berbeda dalam proses bangkitnya setelah pasca perceraian kedua orangtuanya sampai mereka memilih tinggal bersama ayahnya. Subjek pertama MR, sangat bagus perkembangan resiliensinya karena banyak faktor yang mendukung hal tersebut bisa terjadi. Hal ini dapat dilihat dari ketujuh aspek yang mendukung kemampuan yang membentuk resiliensi subjek pertama MR dari, (Emotion Regulation) regulasi Emosi sangat baik, (Impulse Control) dapat menahan dorongan-dorongan untuk melakukan hal yang negatif, (Optimism) dalam memandang masa depannya, (Causal Analysis) semakin fleksibel dalam mengidentifikasi masalah yang dihadapinya, (Empathy) mampu berempati terhadap orang-orang disekelilingnya, (Self-efficacy) memiliki efikasi diri yang baik serta (Reaching Out) dapat mengabil hikmah positif setelah bangkit. Subjek yang kedua SR, di lihat dari ketujuh aspek yang dapat membentuk kemampuan dalam resiliensinya ada beberapa yang dapat berkembang dengan baik sampai sekarang diantaranya: (Optimism) SR dapat optimis dalam memandang masa depannya, (Causal Analysis) dalam mengidentifikasi suatu masalah SR tidak lagi menyalahkan masa lalunya, (Self-Efficacy) Efikasi diri SR juga dapat berkembang dengan baik, (Reaching Out) Aspek positif juga dapat berkembang sangat baik dalam diri SR. sedangkan (Emotion Regulation) regulasi emosi belum dapat berkembang dengan baik, (Impulse Control) belum mampu mengontrol dorongan-dorongan negatif dalam dirinya, Empathy masih kurang berkembang di dalam diri subjek hingga sekarang.

Actions (login required)

View Item