Rusida, Ulffa (2015) Pendapat Hukum Anggota Majelis Ulama Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan Tentang Jual Beli Biawak. Skripsi, Syari'ah Dan Ekonomi Islam.

Preview	Text BAB I.pdf Download (85kB) | Preview
Preview	Text BAB IV.pdf Download (162kB) | Preview

ABSTRAK

Rusida Ulffa. 2014. Pendapat Hukum Anggota Majelis Ulama Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan Tentang Jual Beli Biawak. Skripsi Jurusan Hukum Ekonomi Syariah (Muamalat), Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam. Pembimbing (I) Dra. Hj. Mashunah Hanafi, M. A. Pembimbing (II) Hj. Inawati M. Jainie Jarajap, Lc., MA Sejak zaman Rasulullah Saw hingga saat ini, Allah Swt mengajarkan jual beli tidaklah secara rinci akan tetapi hanya secara global saja, sehingga penjelasan tentang jual beli ini merupakan masalah ijtihad, maka tidaklah mengherankan jika dalam masalah jual beli ini banyak terjadi perbedaan pendapat di antara ulama terutama objek dari jual beli itu. Salah satunya adalah perbedaan pendapat ulama dalam hal jual beli biawak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendapat anggota Majelis Ulama Indonesia provinsi Kalimatan Selatan tentang jual beli biawak dan untuk mengetahui alasan yang mendasari pendapat anggota Majelis Ulama Indonesia provinsi Kalimatan Selatan tentang jual beli biawak. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yaitu jenis penelitian yang datanya diperoleh secara langsung, yang dilakukan melalui wawancara yakni penulis langsung melakukan penggalian data kepada sepuluh orang anggota ulama yang terdaftar di MUI (Majelis Ulama Indonesia) provinsi Kalimantan Selatan. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan analisis kualitatif, analisis ini dilakukan dengan cara menelaah dan mengkaji secara mendalam terhadap data yang didapat, sehingga diperoleh kesimpulan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan dalam kajian ilmiah. Berdasarkan 10 pendapat hukum anggota MUI Provinsi Kalimantan Selatan diperoleh 3 macam pendapat tentang jual beli biawak, yaitu (1). Membolehkan asalkan kulitnya yang digunakan dan harus disamak terlebih dahulu (HR. Muslim dan Lain-lain) dan memiliki asas manfaat serta nilai ekonomis dan ketika dalam keadaan darurat; (2). Mengharamkan, karena biawak punya taring dan kuku yang tajam serta tergolong najis mutawassitah; (3). Memakruhkan, karena di dalam Alquran memang menyatakan ada lima hal yang diharamkan yaitu bangkai, darah, daging babi dan lain-lain. Oleh karena itu hukum selain yang disebutkan dalam Alquran menjadi makruh ketika dijualbelikan, karena hadits tidak mungkin menambahkan di dalam Alquran, adapun hadits hanya sekedar menunjukkan bahwa itu sebaiknya ditinggalkan. Apabila jual beli biawak itu utuh maka diperbolehkan karena dalam konsep jual beli yang diutamakan atas barang diperjualbelikan itu adalah manfaatnya, jika yang dijualbelikan itu kulitnya maka dibolehkan juga akan tetapi harus disamak terlebih dahulu dan apabila dagingnya yang dijualbelikan maka hukumnya haram karena biawak termasuk binatang reptil yang mempunyai taring, kuku yang tajam dan termasuk hewan pemangsa. Jual beli biawak yang tujuan dan kegunaannya dikhawatirkan masih belum jelas, maka lebih baik mengambil hukum yang mengharamkan jual beli biawak tersebut

Actions (login required)

View Item