Syafiq, Muhammad (2019) Konsep Nusyuz Dalam Perkawinan. Tesis, Pascasarjana.

	Text PERNYATAAN.pdf Download (212kB)
	Text AWAL.pdf Download (2MB)
	Text ABSTRAK.pdf Download (242kB)
	Text BAB I.pdf Download (547kB)
	Text BAB II.pdf Restricted to Repository staff only Download (1MB)
	Text BAB III.pdf Download (821kB)
	Text BAB IV.pdf Download (246kB)
	Text DAFTAR PUSTAKA.pdf Download (149kB)
	Text LAMPIRAN.pdf Download (234kB)

ABSTRAK

Latar belakang masalah berawal dari adanya perbedaan pendapat tentang nusyūz, disatu sisi mereka ada yang membagi nusyūz bisa terjadi pada kedua belah pihak yakni isteri maupun suami, disisi lain ada juga yang menganggap nusyūz itu cuma ada pada satu pihak yakni isteri. Oleh sebab itu terjadi kebingungan umat dalam memahami arti sebenarnya dari nusyūz tersebut. Penelitian ini merumuskan konsep nusyūz dalam perkawinan dan menjelaskan siapa saja yang bisa melakukan nusyūz. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif atau yuridis normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan hukum, Metode pendekatan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (statuta aproach) dan pendekatan konseptual. dengan bahan hukum primer terdiri dari Al-Qur’an dan Hadits yang membicarakan tentang nusyuz, UU Perkawinan No.1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, pasal 80, 83, dan 84. bahan hukum sekunder yakni dari buku-buku ilmu hukum, jurnal ilmu hukum, laporan penelitian ilmu hukum tentang nusyūz, dan bahan hukum tersier berupa kamus. Pengumpulan data diperoleh dari teknik studi dokumentasi dan tela’ah pustaka. Bahan hukum yang diperoleh dianalisis secara kualitatif, dengan metode berpola deduktif dan metode a contrario. Berdasarkan hasil analisis bahan hukum, didapat bahwa durhaka memang dapat terjadi pada isteri maupun suami. Namun konsep hukum nusyūz hanya ada pada seorang wanita yang membangkang atau durhaka, yang tidak taat dan tidak melaksanakan tanggung jawab mereka sebagai seorang istri. Sementara dalam hal penyelesaian hukumnya pada nusyūz isteri berhubungan dengan ada tidaknya tamkin yang berdampak pada takutnya isteri kehilangan nafkah, sedangkan pada durhaka suami penyelesaiannya diserahkan kepada hakim untuk dinasehati dan didamaikan saja. Akan tetapi seorang istri diberi hak untuk mengajukan khulu’ apabila ada alasan yang memang dibenarkan oleh peraturan yang ada dan tidak melanggar aturan syari’at, seperti suami cacat badan, buruk akhlaknya (kejam), atau tidak memenuhi kewajiban terhadap istrinya.

Actions (login required)

View Item