Saidi, Akhmad (2020) Kewenangan Eksekusi Dan Pembatalan Putasan Basyarnas Pasca Perma Nomor 14 Tahun 2016. Tesis, Pasca Sarjana.

	Text 1. PERNYATAAN.pdf Download (458kB)
	Text 2. AWAL.pdf Download (3MB)
	Text 3. ABSTRAK.pdf Download (12kB)
	Text 4. BAB I.pdf Download (281kB)
	Text 5. BAB II.pdf Restricted to Repository staff only Download (572kB)
	Text 6. BAB III.pdf Download (286kB)
	Text 7. BAB IV.pdf Download (204kB)
	Text 8. BAB V.pdf Download (6kB)
	Text 9. DAFTAR PUSTAKA.pdf Download (165kB)
	Text 10. LAMPIRAN.pdf Download (10kB)

ABSTRAK

Teori Kewenangan. Keberadaan Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 menjadikan Peradilan Agama memiliki kewenangan (legal konstitusional) untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa ekonomi syariah. Hal ini diperkuat dengan putusan MK No.93/PUU/X/2012 yang memunculkan norma hukum baru bahwa segala sengketa perbankan syariah adalah mutlak menjadi kompetensi absolut Pengadilan Agama. Namun dalam tataran penyelesaian sengketa, kewenangan ini masih belum sepenuhnya berlaku, karena masih ada peluang penyelesaian sengketa ekonomi syariah yang dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri, yaitu berupa eksekusi dan pembatalan putusan Badan Arbiterase Syariah (BASYARNAS). Padahal Mahkamah Agung RI telah berusaha menyelesaikan permasalahan tersebut dengan mengeluarkan PERMA Nomor 14 tahun 2016. Penelitian ini difokuskan kepada tiga hal yaitu pertama, untuk mengetahui kedudukan PERMA dalam tata urutan perundang-undangan. Kedua, kekuatan mengikat PERMA terhadap institusi di luar Pengadilan dan ketiga untuk membangun argumentasi hukum (legal reasoning) bahwa dengan PERMA Nomor 14 tahun 20016 konflik norma tentang kewenangan Pengadilan Agama dalam mengeksekusi dan membatalkan putusan BASYARNAS sudah singkron. Jenis metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif (normative law) dengan mengkaji beberapa peraturan dan legislasi yang berhubungan dengan eksekusi dan pembatalan putusan Badan Arbitrase Syariah sebagai bahan hukumnya. Adapun metode analisis yang digunakan adalah dengan pendekatan preskiptif yaitu dengan menguraikan sisi normatif dari suatu pengaturan perundang-undangan. Dari hasil penelitian ditemukan fakta bahwa penyebab terjadinya dualisme kewenangan antara Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama dalam hal eksekusi dan pembatalan putusan Badan Arbitrase Syariah disebabkan adanya konflik norma antara UU No 30 Tahun 1999 dan Undang Undang Nomor. 48 Tahun 2009 dengan Undang undang Nomor 3 tahun 2006 yang memunculkan kondisi adanya kekosongan hukum (legal loophole) menyangkut eksekusi dan pembatalan putusan Badan Arbitrase Syariah Nasional. Untuk mengisi kekosongan hukum tersebut Mahkamah Agung RI mengeluarkan PERMA Nomor 14 tahun 2016 dalam pasal 13 ayat (2) yang menyebutkan bahwa eksekusi dan pembatalan putusan Arbitrase Syariah dilakukan oleh Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama. Namun dalam PERMA tersebut tidak diatur secara rinci tentang pendaftaran putusan Arbitrase Syariah yang berkaitan erat dengan pelaksanaan eksekusi dan pembatalan putusan Arbitrase Syariah tersebut. Berdasarkan teori batas kewenangan dan argumentasi asas lex specialis, maka dapat disimpulkan bahwa eksekusi dan pembatalan putusan Arbitrase Syariah (Basyarnas) adalah mutlak menjadi kompetensi absolut Pengadilan Agama.

Actions (login required)

View Item