Rahmatullah, Rahmatullah (2020) PENETAPAN HAKIM TERHADAP PERMOHONAN ISBAT NIKAH (ANALISIS PENETAPAN NOMOR 389/PDT.P/2019/PA.MTP. Skripsi, Syariah.

	Text PERNYATAAN.pdf Download (147kB)
	Text AWAL.pdf Download (716kB)
	Text ABSTRAK.pdf Download (288kB)
	Text BAB I.pdf Download (895kB)
	Text BAB II.pdf Restricted to Repository staff only Download (200kB)
	Text BAB III.pdf Download (537kB)
	Text BAB IV.pdf Download (255kB)
	Text DAFTAR PUSTAKA.pdf Download (413kB)
	Text Lampiran.pdf Download (5MB)

ABSTRAK

Masyarakat sering tidak melakukan pencatatan perkawinan sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dengan berbagai alasan tertentu. Salah satunya perkawinan yang diajukan isbat nikah ke Pengadilan Agama Martapura untuk mendapatkan legalitas perkawinan melalui penetapan Pengadilan Agama. Pengadilan Agama Martapura menerima permohonan isbat nikah para pemohon. Namun, permohonan para pemohon tersebut ternyata tidak dikabulkan oleh majelis hakim dengan pertimbangan pemohon 2 masih dalam masa iddah. Dari permasalahan ini penulis tertarik untuk meneliti beberapa hal yakni: 1). Bagaimana duduk perkara permohonan isbat nikah dalam penetapan Nomor 389/Pdt.P/2019/PA.MTP; 2). Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam penetapan Nomor 389/Pdt.P/2019/PA.MTP dari aspek materil dan formil, serta dampak yang ditimbulkan. Jenis penelitian ini ialah penelitian normatif, dengan meneliti dokumen hukum yakni penetapan Nomor 389/Pdt.P/2019/PA.MTP. Adapun pendekatan dalam penelitian ini yaitu pendekatan analitis (analytical approach, dengan menganalisis dan mencari makna hukum yang terkandung dalam peraturan perundang-undangan dan menyandingkannya dengan penetapan Pengadilan Agama Martapura secara syar’i dan yuridis. Pengumpulan data dalam penelitian ini ialah studi dokumentasi dengan mencari variable melalui dokumen terkait dengan isbat nikah seperti dokumen penetapan Nomor 389/Pdt.P/2019/PA.MTP. Simpulan dari penelitian ini bahwa isbat nikah yang ditolak oleh majelis hakim tidak sesuai dengan ketentuan yang ada pada Pasal 39 ayat (1) huruf b PP Nomor 9 Tahun 1975 jo Pasal 153 ayat (2) huruf b KHI, karena pada dasarnya iddah pemohon 2 telah habis dan bisa menikah dengan pemohon 1. Selain itu kekuatan pembuktian dalam pengesahan nikah seharusnya membuktika keterangan saksi dan bukan alat bukti surat, dan majelis beranggapan alat bukti surat telah sempurna akan tetapi tidak menilai alat bukti P.6 yang dikaitkan dengan waktu akad nikah para pemohon.

Actions (login required)

View Item