Rupita, Eva (2021) PERSEPSI KEPALA-KEPALA KUA KOTA BANJARBARU TERHADAP PENYEBUTAN BINTI PADA PERNIKAHAN ANAK LUAR NIKAH. Skripsi, Syariah.

	Text PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN.pdf Download (441kB)
	Text AWAL.pdf Download (445kB)
	Text ABSTRAK.pdf Download (109kB)
	Text BAB 1.pdf Download (657kB)
	Text BAB II.pdf Restricted to Repository staff only Download (849kB)
	Text BAB III.pdf Download (385kB)
	Text BAB IV.pdf Download (348kB)
	Text BAB V.pdf Download (195kB)
	Text DAFTAR PUSTAKA.pdf Download (393kB)
	Text LAMPIRAN.pdf Download (1MB)

ABSTRAK

Penelitian ini bermula dari adanya perbedaan pada KUA Kecamatan Kota Banjarbaru dalam mempraktikkan akad nikah pada anak hasil luar nikah atau anak zina, mengenai penyebutan nama atau binti ayah biologisnya dari calon pengantin perempuan. Sehingga untuk mengupas hal ini maka perlulah penelitian untuk mencoba memberikan jawaban yang relevan terhadap masalah demikian. Dengan tujuan masalah untuk mengetahui praktik akad nikah serta dasar yang digunakan oleh KUA Kecamatan Kota Banjarbaru dalam mempraktikkan akad nikah demikian dan bagaimana istinbat hukumnya baik dari segi hukum islam maupun hukum positif. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field reseacrh), dengan menggunakan pendekatan sosiologi hukum, dengan analisi menggunakan metode deskriftif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa praktek akad pernikahan bagi anak luar nikah di Kota Banjarbaru dapat digolongkan dalam empat macam, yaitu pertama, praktek dalam akad nikah nya tetap menyebutkan nama atau binti ayah biologis dari perempuan itu. Kedua, kepala KUA tidak akan menyebutkan nama ayah biologis perempuan itu. Ketiga, akad nikah diserahkan pada pihak keluarga akan mengikuti acuan hukum yang mana. Dan yang keempat praktik ini dilakukan dengan alternatif mengganti nama ayah atau binti calon pengantin perempuan dengan Abdullah atau Adam. Yang mana alasan atau dasar yang digunakan oleh Kepala KUA menetapkan untuk tidak menyebutkan dan alternatif mengganti binti atau nama ayah biologisnya itu berdasarkan fikih jika anak hasil luar nikah atau anak zina tidak memiliki nasab dengan ayah biologisnyanya. Untuk Kepala KUA yang tetap menyebutkan nama ayah biolgisnya dalam praktik ijab qabul berdasarkan pasal KHI mengenai peraturan anak sah, sedang bagi KUA yang menyerahkan pilihan praktik ini kepada pihak keluarga dengan memberikan penjelasan hukum yang mengatur baik dari hukum positif maupun hukum Islamnya. Walaupun ada perbedaan dalam hal penyebutan tersebut, baik yang menyertakan atau tidak menyertakan penyebutan binti ayah biologsinya, namun semua KUA sepakat untuk yang menjadi wali nikah haruslah menggunakan wali hakim. Untuk hal ini maka praktik ini telah sesuai dengan hukum Islam dan fikih yang mengaturnya. Sedangkan melihat dari kacamata hukum positif, jika praktik pernikahan ini menggunakan wali hakim, maka hal ini tidak selaras dengan pasal KHI mengenai makna anak sah, karena jika menurut KHI anak yang dilahirkan dalam perkawinan sah merupakan anak sah, sedang dalam pelaksanaanya tetap menggunakan wali hakim, maka ini bearti anak tersebut tidak dapat serta merta dinyatakan anak sah yang mana dinyatakan oleh KHI.

Actions (login required)

View Item