Rusnayulida, Rusnayulida (2021) Status Kelembagaan Komisi Pemberantasan Korupsi (Studi Pasal 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi). Skripsi, Syariah.

	Text PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN.pdf Download (122kB)
	Text AWAL.pdf Download (968kB)
	Text ABSTRAK.pdf Download (6kB)
	Text BAB I.pdf Download (543kB)
	Text BAB II.pdf Restricted to Repository staff only Download (770kB)
	Text BAB III.pdf Download (372kB)
	Text BAB IV.pdf Download (8kB)
	Text DAFTAR PUSTAKA.pdf Download (129kB)
	Text LAMPIRAN.pdf Download (2MB)

ABSTRAK

Pada dasarnya pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi beranjak dari asumsi bahwa tindak pidana korupsi di Indonesia dianggap sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) sehingga dibutuhkan juga sebuah lembaga negara yang luar biasa dengan kewenangan yang luar biasa pula dalam menanganinya. Pada tahun 2019 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 resmi direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Perubahan ini menimbukan polemik dan memunculkan beberapa pertanyaan bagaimana kedudukan KPK setelah masuk kedalam rumpun kekuasaan, kemudian bagaimana dampaknya terhadap kinerja KPK selama ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana ststus kelembagaan Komisi Pemberantasan Korupsi sesudah revisi Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kemudian untuk mengetahui akibat dari perubahan Undang-Undang ini terhadap kinerja KPK. Jenis penelitian ini ialah penelitian hukum normatif, dengan meneliti pustaka. Sifat penelitian jenis normatif ini menggunakan penelitian kualitatif, Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Sumber data berupa data primer dan data sekunder. Analisis hasil penelitian ini dilakukan dengan cara mengkritisi atau mempersetujui dan memberi komentar, kemudian membuat suatu kesimpulan terhadap hasil penelitian. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa KPK sama seperti lembaga eksekutif lain yang menjalankan kewenangan penegakan hukum tindak pidana korupsi (Kepolisian dan Kejaksaan) tetapi KPK tidak dibawah kendali (kekuatan) Presiden. Seperti kita ketahui presiden merupakan pemegang kekuasaan tertinggi eksekutif. Masuknya KPK dalam rumpun kekuasaan eksekutif menimbulkan pertanyaan dalam keadaan seperti apa KPK dapat dikendalikan atau tidak bisa dikendalikan, KPK juga merupakan lembaga yang bersifat Ad hoc, ad hoc dapat diartikan sementara, sekali, tertentu, khusus yang artinya KPK adalah lembaga negara yang memiliki tugas khusus dengan waktu yang tidak dapat ditentukan hingga permasalah korupsi Indonesia terselesaikan dalam artian tidak adalagi kasus korupsi yang terjadi. Ada bebarapa rumusan pasal setelah revisi UndangUndang KPK yang cukup menarik perhatian yaitu tentang kedudukan lembaga KPK, perubahan status kepegawaian menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), tentang pembentukan Dewan Pengawas, terkait penyadapan dan terkait Surat Penghentian Penyidikan (SP3).

Actions (login required)

View Item