Khairudin, Khairudin (2021) ZAKAT SEMANGKA DALAM PERSPEKTIF ULAMA KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN. Tesis, Pascasarjana.

	Text 1. PERNYATAAN.pdf Download (217kB)
	Text 2. AWAL.pdf Download (2MB)
	Text 3. ABSTRAK.pdf Download (11kB)
	Text 4. BAB I.pdf Download (590kB)
	Text 5. BAB II.pdf Restricted to Repository staff only Download (351kB)
	Text 6. BAB III.pdf Download (135kB)
	Text 7. BAB IV.pdf Download (364kB)
	Text 8. BAB V.pdf Download (77kB)
	Text 9. Daftar Pustaka.pdf Download (131kB)
	Text 10. LAMPIRAN.pdf Download (311kB)

ABSTRAK

Penduduk Kabupaten Hulu Sungai Selatan merupakan masyarakat yang religius dan mayoritas bermazhab Syafi'i. Menurut Imam Syafi'i, hasil tanaman yang wajib dizakati terbatas pada makanan pokok. Semangka menjadi salah satu komoditas utama di Kabupaten Hulu Sungai Selatan yang bernilai ekonomi. Bagaimana perspektif dan alasan Ulama Kabupaten Hulu Sungai Selatan mengenai hasil semangka ini, apakah wajib zakat atau tidak. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris dengan pendekatan sosiologi hukum dan kualitatif. Data primer diperoleh dari responden yaitu 21 (dua puluh satu) pimpinan dari 23 (dua puluh tiga) pondok pesantren se-Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Jumlah pimpinan berbeda dengan jumlah pondok pesantrennya karena di antaranya ada 3 (tiga) pondok pesantren yang dipimpin oleh satu ulama. Ditetapkannya pimpinan pondok pesantren sebagai responden karena sebagai orang yang terpelajar dan ahli dalam pengetahuan agama Islam (ulama). Selain mengajar dan menjadi panutan di lingkungan pondok pesantrennya, di antaranya juga aktif mengajar di berbagai majelis taklim dan menjadi ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) kecamatan dan kabupaten. Sehingga melalui kajian-kajian keagamaan yang diasuhnya, akan terjadi proses pembelajaran dan transfer pemahaman keilmuan. Perspektif ulama Kabupaten Hulu Sungai Selatan dapat menjadi cermin pemahaman masyarakat tentang ketentuan zakat bukan makanan pokok khususnya semangka. Teknik pengumpulan data menggunakan studi dokumen dan wawancara. Tesis ini menemukan bahwa ulama Kabupaten Hulu Sungai Selatan berbeda pendapat dalam memandang hasil pertanian semangka, yaitu: 1. Tidak wajib zakat, karena tidak termasuk makanan pokok dan tidak tahan lama. Dapat disalurkan dalam bentuk sedekah. 2. Zakat dalam makna lughawi, kalau disebut sedekah orang akan menganggapnya tidak penting. 3. Zakat pertanian, karena i memandang nilai ekonominya. 4. Zakat perdagangan, karena apabila menanam semangka sudah ada niat untuk berdagang, dan dikias kepada komoditas perdagangan dengan memandang nilai ekonominya terletak pada penjualan hasil panennya. 5. Zakat penghasilan, karena sifatnya meningkatkan ekonomi atau kesejahteraan, dikiaskan nilai penghasilannya senilai nisab emas. Pada asalnya dalam Mazhab Syafi'i tidak ditemukan pembahasan tentang kewajiban zakat semangka, namun apabila ditentukan oleh pemerintah, maka seyogianya masyarakat mematuhinya. Setiap tanaman dan buah-buahan yang bermanfaat, bernilai ekonomi, memberikan keuntungan (mendatangkan kesuburan harta), menopang kehidupan manusia dan mencapai nisabnya, maka wajib dizakati. Hasil semangka termasuk zakat pertanian dengan nisab senilai 653 kg gabah, kadar zakat yang dikeluarkan 10% atau 5% sesuai sistem pengairannya setiap panen.

Actions (login required)

View Item