Rifai, Ahmad (2023) Syarat Obyek Jual Beli Sebagai Jaminan dalam Transaksi Kredit. Tesis, Pascasarjana.

	Text PERNYATAAN.pdf Download (115kB)
	Text AWAL.pdf Download (638kB)
	Text ABSTRAK.pdf Download (123kB)
	Text BAB I.pdf Download (404kB)
	Text BAB II.pdf Restricted to Repository staff only Download (546kB)
	Text BAB III.pdf Download (383kB)
	Text BAB IV.pdf Download (701kB)
	Text BAB V.pdf Download (57kB)
	Text DAFTAR PUSTAKA.pdf Download (235kB)
	Text LAMPIRAN.pdf Download (1MB)

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh perdebatan ulama tentang syarat obyek jual beli sebagai jaminan dalam transaksi kredit. Penyebab perbedaan adalah konflik norma (ta’rudh al adillah) yang terkait dengan masalah ini. Disatu pihak ada yang berpegang pada hukum asal dalam muamalah yaitu boleh. Dipihak lain menilai adanya dalil lain yang lebih kuat yaitu menghindari kontradiksi dan penyelisihan terhadap konsekuensi akad yang ditimbulkan oleh syarat jaminan tersebut. Salah satu yang berpendapat demikian adalah Imam Al Mâwardi. Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana keabsahan syarat obyek jual beli sebagai jaminan dalam transaksi kredit menurut Imam al Mawardi dan bagaimana metode istinbath imam al Mawardi dalam masalah ini. Jenis penelitian ini adalah adalah penelitian pustaka (library research). Karenanya metode yang peneliti gunakan adalah studi literatur berupa kitab terutama fiqih dan ushul fiqih, artikel, makalah dan fatwa-fatwa para ulama. Peneliti mengumpulkan, memverifikasi dan menganalisa data tersebut dengan metode analisis isi (conten anlysist). Tujuannya agar mendapatkan kesimpulan terkait pendapat Imam al Mawardi dan metode istinbatnya dalam hal keabsahan syarat obyek jual beli sebagai jaminan dalam transaksi kredit. Pada permasalahan syarat obyek jual beli sebagai jaminan dalam transaksi kredit, Imam al Mâwardi berpendapat batalnya syarat dan akad jual beli. Alasannya jaminan belum dimiliki penggadai dan syarat gadai menimbulkan kontradiksi dan penyelisihan terhadap konsekuensi akad. Alasan kepemilikan merujuk pada hadits “la tabi’ ma laisa indak.” Alasan pelarangan akad bersyarat yang menimbulkan kontradiksi pada konsekuensi akad merujuk pada hadits, “nabi melarang jual beli dengan bersyarat.” Istinbath seperti ini adalah salah satu metode ijtihad yang dibahas dalam bab qiyas dan populer di kalangan ushuliyyun dengan istilah tahqiqul manath. al Mawardi menilai, illat (alasan substansial) pelarangan menjual barang yang belum dimiliki dan jual beli bersayarat terwujud dalam transaksi jual beli tidak tunai dengan mensyaratkan obyek jual beli sebagai jaminannya. Tapi setelah dianalisa argumentasi al Mawardi lemah pada aspek validitas dalil dan dilalahnya. Hadits larangan jual beli bersyarat statusnya lemah. Jikapun dinilai shahih maka tidak dapat diberlakukan secara umum sebab akan menyelisihi praktik jual beli nabi yang dilakukan secara bersyarat. Transaksi bersyarat yang terlarang terbatas pada syarat yang menimbulkan perkara yang haram. Kontradiksi dalam akad juga tidak terjadi karena adanya kompromi antara pihak yang berkad. Sedangkan hadits terkait status kepemilikan secara validitas shahih tapi tidak relevan secara dilalah. Sebab, status kepemilikan menjadi penting bukan pada saat negosiasi tetapi ketika utang jatuh tempo dan saat itu tentu barang jaminan sudah dimiliki pembeli.

Actions (login required)

View Item