Dlaifurrahman, Muhammad (2023) Keberlakuan Hukum Janji Pangawin dalam Masyarakat Suku Dayak Ngaju Muslim di Kalimantan Tengah. Disertasi, Pascasarjana.

	Text PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN.pdf Download (192kB)
	Text AWAL.pdf Download (1MB)
	Text ABSTRAK.pdf Download (284kB)
	Text BAB I.pdf Download (404kB)
	Text BAB II.pdf Restricted to Repository staff only Download (477kB)
	Text BAB III.pdf Download (297kB)
	Text BAB IV.pdf Download (2MB)
	Text BAB V.pdf Download (254kB)
	Text DAFTAR PUSTAKA.pdf Download (293kB)
	Text LAMPIRAN.pdf Download (13MB)

ABSTRAK

Perceraian dalam Islam tidak disukai oleh Allah SWT walaupun perbuatannya halal. Faktanya masih banyak yang melakukan perceraian karena bukan hal yang dilarang, haram atau aib, sehingga bagi mereka yang memahami seperti ini akan sangat mudah untuk melakukan perceraian. Hal ini berbeda dengan masyarakat Suku Dayak Ngaju yang memiliki aturan tambahan dalam upaya mempertahankan rumah tangga dari perceraian yaitu sanksi sosial. Sehingga membuat mereka berhati-hati dalam berumah tangga dan takut bercerai. Fokus penelitian: Bagaimana historitas hukum janji pangawin pada Suku Dayak Ngaju Muslim di Kalimantan Tengah? Bagaimana kebertahanan hukum janji pangawin Suku Dayak Ngaju Muslim di Kalimantan Tengah? Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap hukum janji pangawin Suku Dayak Ngaju Muslim di Kalimantan Tengah? Penelitian ini ialah penelitian sosio-legal atau yuridis-empiris yaitu penelitian secara lapangan, yang mengkaji ketentuan hukum yang berlaku serta telah terjadi dimasyarakat. Peneliti menggunakan data primer,sekunder dan tersier. Penelitian ini deskriptif kualitatif, sumber datanya adalah masyarakat yang terlibat secara langsung, Tokoh Adat, Akademisi Adat, Ketua Umum Dewan Adat Dayak, Dinas Dukcapil, Lembaga Bantuan Hukum, Hakim Pengadilan Agama dan Negeri, Damang dan Mantir yang berkaitan dengan masalah objek penelitian. Penelitian ini menemukan bahwa janji pangawin mengacu pada pasal 30 kitab Panaturan. Sebelumnya kitab Panaturan tidak tertulis dan pertama kali ditulis pada tahun 1971 dengan menggunakan bahasa Dayak yang bahan-bahannya diperoleh dari para Basir dan para Ulama Kaharingan. Lalu kitab Panaturan pertama kali dicetak pada tahun 1992. Pada tahun 1996 disediakanlah bahasa Indonesia sebagai terjemahan dari bahasa Dayak. Sedangkan surat janji pangawin baru dibuat secara tertulis dan berbahasa Indonesia pada tahun 1975, sebelumnya tidak tertulis (secara lisan) dan berbahasa Dayak. Untuk aturan sanksi yang dibuat dalam janji pangawin berpacu pada pasal 3 (singer hatulang belom) Tumbang Anoi 1894. Naskah hasil rapat damai Tumbang Anoi 1894 pertama kali ditulis pada tahun 1906 dengan menggunakan bahasa Indonesia yang ejaannya sudah disempurnakan. Eksisnya janji pangawin hingga sekarang karena beberapa faktor. Pertama, kebiasaan masyarakat suku Dayak Ngaju dan adat leluhur, kedua, kepercayaan masyarakat suku Dayak Ngaju pada kitab Panaturan, ketiga, ada PERDA Nomor 16 Tahun 2008 Tentang Kelembagaan Adat Dayak, keempat, ada APBDdari Provinsi Kalimantan Tengah, kelima, sanksi adat bagi pelanggar janji pangawin. Janji pangawin dalam hukum Islam, yaitu: Pertama, menunjang maqashid syariah yaitu hifz al-nasl, kedua, janji pangawin sebagai ‘urf, ketiga, mengandung maslahah, dan keempat, melalui isithsan, janji pangawin baik untuk dikerjakan, karena banyak memiliki kebaikan.

Actions (login required)

View Item