Rahmawati, Rahmawati (2024) Pendapat Hakim dalam Menerima Perkara Perceraian dengan Batas Waktu (Studi Terhadap Hakim Pengadilan Agama Balikpapan, Banjarmasin, dan Pelaihari). Skripsi, Syariah.

	Text PERNYATAAN.pdf Download (96kB)
	Text AWAL.pdf Download (1MB)
	Text ABSTRAK.pdf Download (11kB)
	Text BAB I.pdf Download (299kB)
	Text BAB II.pdf Restricted to Repository staff only Download (263kB)
	Text BAB III.pdf Download (109kB)
	Text BAB IV.pdf Download (419kB)
	Text BAB V.pdf Download (34kB)
	Text DAFTAR PUSTAKA.pdf Download (169kB)
	Text LAMPIRAN.pdf Download (3MB)

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi atas beberapa putusan Pengadilan Agama Balikpapan yang mengabulkan gugatan perceraian dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus-menerus dibawah ketentuan waktu yang diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2022. Hal ini juga memperhatikan pendapat Hakim Pengadilan Agama Balikpapan, Banjarmasin, dan Pelaihari bahwa batasan waktu tersebut tidak mutlak dipedomani. Hakim memang terikat dengan peraturan tersebut, tetapi juga memperhatikan alasan dibalik perselisihan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendapat Hakim Pengadilan Agama Balikpapan, Banjarmasin, dan Pelaihari tentang pertimbangan menerima perkara perceraian dengan batas waktu serta alasan yang mendasari pendapat tersebut. Jenis penelitian ini ialah penelitian hukum empiris. Data yang digali pada penelitian ini adalah pendapat dan alasan Hakim Pengadilan Agama Balikpapan, Banjarmasin, dan Pelaihari mengenai perceraian dengan batas waktu. Sumber data atau informan penelitian ini adalah sembilan orang Hakim. Data dikumpulkan dengan teknik wawancara. Setelah terkumpul data diolah dengan editing dan matrikasi. Data kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan Hakim menyatakan perceraian dengan batas waktu adalah peraturan yang bisa dinegosiasikan pada perkara perceraian yang berat. Dengan demikian Hakim harus berijtihad dengan hukum lain. Hal ini dilandasi oleh Pasal 50 UU No. 48 Tahun 2009 dan kaidah fiqih yaitu keputusan Hakim dapat menghilangkan perbedaan. Tiga orang Hakim berpendapat batas waktu 6 bulan pada alasan perselisihan dan pertengkaran terus-menerus atau berpisah tempat tinggal bersifat kumulatif, yang dimana kedua alasan tersebut haruslah mencapai waktu minimal tersebut jika ingin diajukan ke Pengadilan. Enam orang Hakim lainnya berpendapat bahwa batas waktu 6 bulan ini bersifat alternatif. Yaitu diharuskan pada alasan berpisah tempat tinggal. Semua Hakim bersandar pada Surat Edaran Mahkamh Agung Nomor 1 Tahun 2022 dan sebagian lain menambahkan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 dan Pasal 116 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Kompilasi Hukum Islam.

Actions (login required)

View Item