Farid, Ishlah (2024) Analisis Proses Penyelesaian Gugatan Rekonvensi Harta Bersama dalam Gugatan Konvensi Perceraian di Pengadilan Agama dalam Perspektif Tujuan Hukum dan Mashlahah. Tesis, Pascasarjana.

	Text PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN.pdf Download (302kB)
	Text AWAL.pdf Download (530kB)
	Text ABSTRAK.pdf Download (139kB)
	Text BAB I.pdf Download (332kB)
	Text BAB II.pdf Restricted to Repository staff only Download (501kB)
	Text BAB III.pdf Download (323kB)
	Text BAB IV.pdf Download (429kB)
	Text BAB V.pdf Download (13kB)
	Text DAFTAR PUSTAKA.pdf Download (145kB)
	Text LAMPIRAN.pdf Download (368kB)

ABSTRAK

Pasangan suami-istri dalam sebuah rumah tangga pada umumnya menghasilkan harta bersama. Apabila suami-istri sudah tidak sejalan, mereka seringkali memilih perceraian sebagai solusi. Ketentuan hukum membolehkan perceraian diajukan bersamaan dengan pembagian harta bersama, baik oleh Penggugat (disebut konvensi) maupun melalui gugatan balik oleh Tergugat (disebut rekonvensi). Penggabungan dua gugatan, secara umum, dianggap membuat proses pengadilan menjadi sederhana, cepat dan karenanya berbiaya ringan. Pertanyaannya adalah apakah pengajuan perceraian dan pembagian harta secara bersamaan memang akan menyederhanakan dan mempercepat proses di pengadilan? Tesis ini mempelajari problematika penyelesaian gugatan rekonvensi harta bersama dalam gugatan konvensi perceraian di pengadilan agama. Tesis ini adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan hukum doktrinal. Penulis meneliti empat dokumen perkara pengadilan dari berbagai wilayah, yaitu Pengadilan Agama Sibuhuan, Pengadilan Agama Banjarbaru, Pengadilan Agama Sidenreng Rappang dan Pengadilan Agama Batulicin. Penulis juga mempelajari pendapat para ahli hukum. Data-data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan teori tujuan hukum Gustav Radbruch dan teori mashlahah versi al-Ghazali dan at-Tufi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa akibat penggabungan dua gugatan tersebut di atas, proses di pengadilan memakan waktu yang lama. Hal ini karena kasus pembagian harta bersama itu lebih rumit dan memicu perdebatan di antara pihak-pihak. Sebagai akibat buruknya, pasangan yang ingin bercerai ini lambat pula dinyatakan resmi bercerai oleh pengadilan. Lebih lanjut, berlarut-larutnya proses di pengadilan ini akan memunculkan peristiwa hukum lainnya yang serius. Para pihak yang berperkara ini bisa saja menikah lagi di bawah tangan (sirri) dengan orang lain. Pernikahan masing-masing pihak dengan orang baru ini akan membuat mereka, di mata hukum, berpoligami atau dalam kasus si perempuan, berpoliandri. Tentu saja Islam melarang poliandri. Hal ini karena pihak-pihak yang berperkara belum dinyatakan bercerai oleh pengadilan. Dipandang dari segi teori tujuan hukum Gustav Radbruch, penggabungan dua gugatan seperti di atas menghasilkan keadilan hukum serta kemanfaatan hukum untuk para pihak. Selain cukup membayar satu perkara gugatan saja, para pihak juga bisa langsung mendapatkan hak pembagian harta bersama tersebut. Penggabungan dua gugatan ini penulis anggap sesuai dengan tujuan hukum. Namun apabila dikaji dalam konsep mashlahah mursalah al-Ghazali, penggabungan ini akan menimbulkan kemafsadatan. Begitu pula jika konsep viii mashlahah at-Tufi untuk menganalisisnya: penggabungan ini memicu kemadhorotan. Oleh karena menghindarkan kemafsadatan dan kemadhorotan adalah tindakan kemaslahatan, proses penggabungan dua gugatan seperti di atas sebaiknya tidak dilakukan

Actions (login required)

View Item