Badruddin, Badruddin (2024) Analisis Penggunaan Emas sebagai Pembayaran pada Jual Sanda Perspektif Hukum Positif dan Hukum Ekonomi Syariah. Tesis, Pascasarjana.

	Text PERNYATAAN KEASLIAN.pdf Download (1MB)
	Text AWAL.pdf Download (2MB)
	Text ABSTRAK.pdf Download (120kB)
	Text BAB I.pdf Download (309kB)
	Text BAB II.pdf Restricted to Repository staff only Download (417kB)
	Text BAB III.pdf Download (226kB)
	Text BAB IV.pdf Download (481kB)
	Text BAB V.pdf Download (132kB)
	Text DAFTAR PUSTAKA.pdf Download (156kB)
	Text LAMPIRAN.pdf Download (794kB)

ABSTRAK

Jual sanda yang berkembang selama ini di masyarakat adalah sebagai salah satu bentuk muamalah yang menggabungkan unsur jual beli dan gadai dalam satu transaksi. Hal inilah yang kemudian menyebabkan perbedaan hukum hilah dalam jual sanda tersebut. Jual sanda yang pada dasarnya merupakan bentuk akad jual beli bersyarat, menghadirkan kompleksitas tersendiri karena melibatkan emas sebagai alat pembayaran yang dipilih oleh pihak penerima gadai untuk menghindari depresiasi nilai uang. Meskipun penyanda menyadari risiko kenaikan harga emas yang setiap tahunnya bertambah, namun mereka tetap menerima persyaratan ini karena kebutuhan mendesak akan uang yang pada gilirannya menciptakan situasi keterpaksaan. Praktik ini menimbulkan ketidakadilan yang mencolok dikarenakan pihak penerima sanda tidak hanya diuntungkan dari kenaikan harga emas, tetapi juga mendapatkan manfaat dari tanah yang digadaikan tanpa adanya beban untuk menebusnya, selama penggadai belum mampu melunasi pinjaman. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa bagaimana hukum jual sanda dan penggunaan emas sebagai pembayaran pada jual sanda dari perspektif hukum positif dan hukum ekonomi syariah. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dimana kajiannya berfokus pada bahan kepustakaan dan peraturan yang berlaku. Hasil temuan dari penelitian ini adalah praktik jual sanda telah sesuai dengan ketentuan hukum perjanjian dalam KUHPerdata, khususnya Pasal 1320, yang mensyaratkan kesepakatan, kecakapan, objek yang jelas, dan sebab yang halal. Namun, jika ternyata terdapat paksaan, penipuan, kekhilafan, penyalahgunaan keadaan dalam syarat pertama, maka hal tersebut membuat perjanjiannya menjadi cacat hukum. Jika ditinjau dari perspektif Hukum Ekonomi Syariah, praktik jual sanda yang mirip dengan ba’i al-wafa ini belum sepenuhnya sesuai, terutama karena tidak adanya tenggang waktu untuk penebusan objek jual sanda. Selain itu penggunaan emas sebagai alat pembayaran dalam jual sanda tidak sesuai dengan ketentuan hukum positif Indonesia yang hanya mengakui Rupiah sebagai alat pembayaran yang sah. Akan tetapi, dalam perspektif hukum ekonomi syariah, penggunaan emas tidak dianggap sebagai gharar atau riba karena ada kesepakatan para pihak dan fluktuasi nilai emas dipandang sebagai hal yang alami. Namun penggunaan emas hendaknya dapat dihindari karena bertentangan dengan konsep daripada maqashid syariah kecuali dengan ketentuan yang dapat mencegah kepada terjadinya ketidakadilan seperti adanya penetapan jangka waktu jual sanda yang tidak lebih dari 7 tahun.

Actions (login required)

View Item