Saidi, Akhmad (2016) PENDAPAT BEBERAPA KEPALA KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DI KABUPATEN TABALONG TENTANG UANG JUJURAN MENJADI MAHAR. Skripsi, Syariah dan Ekonomi islam.

Preview	Text pernyataan.pdf Download (323kB) | Preview
Preview	Text awal.pdf Download (331kB) | Preview
Preview	Text abstrak.pdf Download (9kB) | Preview
Preview	Text bab 1.pdf Download (97kB) | Preview
	Text bab 2.pdf Restricted to Repository staff only Download (226kB)
Preview	Text bab 3.pdf Download (19kB) | Preview
Preview	Text bab 4.pdf Download (217kB) | Preview
Preview	Text bab 5.pdf Download (18kB) | Preview
Preview	Text lampiran.pdf Download (4MB) | Preview

ABSTRAK

Akhmad Saidi, 2015.“ Pendapat Beberapa Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Di Kabupaten Tabalong Tentang Uang Jujuran Menjadi Mahar”. Skripsi, Jurusan Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam. Pembimbing : (I) Dra. Hj. Nadiyah Khalid, MH. (II) H Dra. Hj. Amelia Rahmaniah, MH. Penelitian ini dilatar belakangi oleh masyarakat Banjar di Kabupaten Tabalong yang menginginkan uang Jujuran menjadi mahar, akan tetapi dari pihak KUA ada yang mengizinkan/membolehkan uang Jujuran menjadi mahar dan ada juga KUA yang tidak mengizinkan uang Jujuran menjadi mahar. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pendapat beberapa Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) di Kabupaten Tabalong tentang uang Jujuran menjadi mahar dan untuk mengetahui apa yang menjadi alasan dan dasar Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) di Kabupaten Tabalong tentang uang Jujuran menjadi mahar. Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (file research). Dengan teknik pengumpulan data melalui observasi dan wawancara. Selanjutnya data diolah dengan teknik editing, klasifikasi dan matriksasi. Kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif sehingga diperoleh kesimpulan. Hasil penelitian terhadap 5 (lima) kepala KUA di Kabupaten Tabalong, di diperoleh temuan-temuan bahwa ada kepala 2 KUA yang mengizinkan/membolehkan uang Jujuran menjadi mahar dan ada juga 3 kepala KUA yang tidak mengizinkan/membolehkan uang Jujuran menjadi mahar. Pendapat Responden 1 dan 3 mengizinkan atau membolehkan uang Jujuran menjadi mahar, dengan alasan bahwa mahar itu tidak ada batasan berapapun boleh, lebih bagus lagi Jujuran disebut seluruhnya dijadikan mahar. Responden 1 dan 3 berpendapat, bahwa Jujuran dengan mahar itu sama, tidak berbeda. Responden 1 dan 3 juga tidak mempermasalahkan orang tua menggunakan uang Jujuran ataupun mahar untuk keperluan walimah/syukuran, asalkan orang tua meminta izin dan si perempuan rela menyerahkannya. Sedangkan pendapat Responden 2, 4 dan 5 tidak mengizinkan/tidak membolehkan uang Jujuran menjadi mahar, dengan alasan cukup mahar yang murah seperti uang seratus ribu rupiah, seperangkat alat shalat. Pendapat ini juga membedakan antara Jujuran dengan mahar. Jujuran bisa digunakan oleh orang tua/ keluarga perempuan untuk mengadakan walimah dan lain-lain, sedangkan mahar untuk istri sepenuhnya, orang lain tidak bisa menggunakannya. Dari hasil penilitian di atas penulis berpendapat, bahwa pendapat Responden 1 dan 3 yang yang membolehkan uang Jujuran menjadi mahar adalah lebih tepat, karena uang Jujuran itu termasuk ke dalam mahar musamma. Sehingga apabila ada calon suami yang meminta uang Jujuran disebutkan sebagai mahar maka sesuai dengan hukum Islam.

Actions (login required)

View Item